TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF) belum memberikan kepastian ihwal gaji tenaga kerja nan menunggak sejak Januari 2024. Penanggung jawab Apoteker dari anak perusahaan farmasi pelat merah itu PT Indofarma Global Medika, Renny Laili, membeberkan perkiraan penghasilan nan kudu dibayarkan terhadap para karyawannya.
Dia mengatakan penghasilan nan perlu ditunaikan dari kedua perusahaan itu sebesar Rp90 miliar. Ia berujar, jika dihitung untuk masing-masing perusahaan, maka perkiraan tunjangan nan kudu dibayarkan sebesar Rp45 miliar.
"Sementara outstanding tenaga kerja tuh sudah nyaris Rp50 miliar untuk ke IGM saja ya, jadi kita jika konsolidasi itu Rp90 miliar utang outstanding karyawan. Nah jika misalnya dibagi dua berfaedah kan Rp45 miliar ke IGM gitu kan," ujar Renny Laili ketika dihubungi Tempo pada Kamis, 17 Oktober 2024.
Menurutnya, nomor nan telah dihitung itu dinilai tetap kurang untuk bayar penghasilan para karyawan. Renny mengatakan, total utang itu belum termasuk tunjangan nan kudu dibayarkan terhadap tenaga kerja nan terdampak dari program restrukturisasi pensiun dini.
"Itu enggak bakal cukup hanya untuk outstanding, apalagi untuk restrukturisasi karyawan, tidak bakal cukup gitu dan sampai sekarang untuk nan program restrukturisasi Indofarma itu, kita (IGM) belum diikutkan," ucap dia.
Sementara itu, Renny menjelaskan tentang program restrukturisasi tenaga kerja nan terjadi di PT Indofarma Global Medika. Awalnya, kata dia, anak perusahaan itu tidak terlibat kebijakan nan dibuat oleh perusahaan induknya, PT Indofarma (Persero) Tbk alias INAF.
"Kita belum ada diinformasikan apapun (restrukturisasi karyawan) untuk IGM," tutur dia.
Dia mengungkapkan beberapa tenaga kerja di perusahaan farmasi itu sempat mengalami restrukturisasi pensiun dini. Renny berujar, bahwa program restrukturisasi itu diterbitkan dari perusahaan induknya pada awal tahun 2022.
"Kalau misalnya di Indofarma ada kebijakan restrukturisasi karyawan, misalnya tahun awal tahun 2022 itu ada kebijakan pensiun awal untuk restrukturisasi pertama," ujarnya.
Iklan
Sebelumnya, Ketua Umum Serikat Pekerja Indofarma, Meida Wati, mengatakan manajemen perusahaan induk ialah PT Indofarma, sempat memberikan solusi mengenai pembayaran penghasilan karyawan. Menurutnya, jalan keluar nan diungkapkan manajemen perusahaan farmasi itu, dianggap memberatkan setiap karyawan.
"Kalau bicara soal resesi nan bakal dilakukan di bulan ini, ataupun beberapa bulan nan bakal datang, nan ditawarkan sama manajemen juga tidak sesuatu nan menjadi solutif bagi kami gitu, malah justru makin memberatkan," ujar Meida ketika dihubungi Tempo pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Lebih lanjut, Meida menjelaskan, solusi nan diberikan dari manajemen PT Indofarma mengenai pesangon akibat Pengakhiran Hubungan Kerja (PHK). Dia berujar, pesangon tetap bakal diberikan dari perusahaan ke karyawan.
Namun, kata Meida, manajemen perusahaan tidak bakal bayar sepenuhnya mengenai tunjangan karyawan. Dia berujar, bahwa manajemen perusahaan farmasi itu hanya bakal bayar sebagian pesangon sebesar 25 persen, jika semua aset dari perusahaan itu sukses terjual.
"Kalau menurut saya, lantaran dia (manajemen) punya skema begini, pesangonnya sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja 0,5 ya. Lalu, kelak itu kan dibayarkan hanya duit untuk di muka saja 25 persen," tutur Meida.
Dia mengatakan, berasas info nan didapatkan Meida tentang tunggakan pesangon, manajemen PT Indofarma sedang menunggu aset perusahaan dapat terjual. Meida mengeluhkan bahwa setiap tenaga kerja tidak diberikan kepastian dari perusahaan tentang keberhasilan penjualan aset.
"Nah sisanya (pesangon) menurut info manajemen itu menunggu aset Indofarma-nya terjual gitu, ini nan sangat mengkhawatirkan kami kenapa? Menjual aset itu tidak mudah apalagi ini punya negara, berapa lama kami bakal menunggu," ujar dia.
Pilihan Editor: Ini Kondisi Anak Perusahaan PT Indofarma Sejak Terjadi PHK