TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus impor gula. Tom Lembong diduga terlibat dalam aktivitas pemberian izin impor gula kristal mentah seberat 105 ribu ton.
“Saudara TTL diduga memberi izin impor gula kristal mentah 105 ribu ton kepada PT AP, nan selanjutnya gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 29 Oktober 2024. Lantas, berapa harta kekayaan Tom Lembong?
Harta Kekayaan Tom Lembong
Berdasarkan arsip Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara elektronik (e-LHKPN) nan diunggah ke laman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tom Lembong diketahui mulai melaporkan hartanya ketika menjadi Mendag Kabinet Kerja dalam sisa masa kedudukan periode 2014-2019. Jumlah kekayaannya kala itu sebesar Rp 101.132.7444.466 per 30 September 2015.
Kemudian, dia ditunjuk oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi untuk menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) periode 2016-2019. Jumlah hartanya saat itu justru turun menjadi Rp 79.525.601.247 per 31 Agustus 2016, lampau meningkat tajam menjadi Rp 103.186.694.712 pada 2017, dan Rp 102.239.444.555 pada 2018.
Di akhir masa jabatannya sebagai Kepala BKPM, Tom Lembong kembali menyampaikan total kekayaannya, ialah Rp 101.486.990.994 per 30 April 2020. Berikut rinciannya:
- Tanah dan bangunan: -
- Alat transportasi dan mesin: -
- Harta bergerak lainnya: Rp 180.990.000.
- Surat berharga: Rp 94.527.382.000.
- Kas dan setara kas: Rp 2.099.016.322.
- Harta lainnya: Rp 4.766.498.000.
- Utang: Rp 86.895.328.
Iklan
Dalam LHKPN-nya, Tom Lembong mengaku tidak mempunyai tanah dan gedung serta kendaraan. Harta kekayaannya didominasi oleh surat berharga, lampau kekayaan lainnya serta kas dan setara kas berbobot miliaran rupiah.
Sumber Kekayaan Tom Lembong
Tom Lembong merupakan lulusan Bachelor of Arts di bagian arsitektur dan perkotaan Harvard University, Amerika Serikat pada 1994. Setelah menamatkan pendidikan tingginya, dia mulai bekerja di Divisi Ekuitas Morgan Stanley pada 1995.
Pada 1999-2000, dia beranjak tempat kerja ke Deutsche Securities Indonesia sebagai bankir. Dia juga pernah berkarier di Farindo Investments pada 2002-2005.
Sementara itu, pekerjaan Tom Lembong di pemerintahan berasal dari penunjukannya sebagai kepala bagian dan wakil presiden senior di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2000-2002, nan kala itu berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI).
Pada 2006, dia mendirikan sebuah perusahaan ekuitas swasta di Singapura berjulukan Quvat Management. Selain sebagai salah satu pendiri, dia juga bertindak sebagai chief executive officer (CEO). Selanjutnya pada 2012-2014, dia dipercaya menjadi presiden komisaris PT Graha Layar Prima Tbk (BlitzMegaplex).
Adapun Quvat Management diketahui mengelola aset senilai US$ 500 juta di seluruh Indonesia, Singapura, dan Malaysia sebagaimana info nan tertera pada profil perusahaan di laman LinkedIn. Di Indonesia sendiri, Quvat Management beraksi melalui Principia Management Group.
Selain itu, Tom Lembong juga sempat diminta menjadi penasihat ekonomi dan penulis pidato untuk Jokowi nan kala itu menjadi gubernur DKI Jakarta dan presiden di periode pertama. Kemudian, dia juga mendirikan forum kepemimpinan berjulukan Consilience Policy Institute di Singapura.
Pada 2021, dia dipercaya menjadi Ketua Dewan PT Jaya Ancol oleh Anies Baswedan nan kala itu tetap menjabat sebagai gubernur DKI. Berikutnya, selama Pemilihan Presiden alias Pilpres 2024, dia ditunjuk menjadi Co-Captain Tim Nasional Pemenangan Anies-Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (Tim AMIN).
Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan Editor: Profil Tom Lembong: Mendag Pemerintahan Jokowi dan Timses Anies Baswedan, Kini Tersangka Impor Gula