Jakarta, CNN Indonesia --
Organisasi pekerjaan Jaksa di Indonesia mempunyai sejarah panjang nan tak lepas dari perkembangan lembaga Kejaksaan itu sendiri. Dimulai dari era kemerdekaan saat Kejaksaan berada di bawah Departemen Kehakiman, hingga akhirnya menjadi departemen berdikari pada 22 Juli 1960.
Seiring dengan itu, muncul pula wadah bagi para Jaksa untuk bersatu, ialah Persatuan Djaksa-Djaksa Seluruh Indonesia (PERSADJA). Setidaknya PERSADJA telah menyelenggarakan tiga kongres, ialah di Jakarta pada 6 Mei 1951, Bandung 10-12 Mei 1953, dan Semarang 7-9 Agustus 1955.
Kemudian pada 1993, PERSADJA beralih bentuk menjadi Persatuan Jaksa Republik Indonesia (PERSAJA). Transformasi ini diprakarsai tokoh Jaksa Senior Suhadibroto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suhadibroto mengambil inisiatif untuk membentuk organisasi pekerjaan Jaksa nan menjadi wadah berpadu bagi para Jaksa dalam Musyawarah Nasional para Jaksa nan dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 1993.
Dalam Musyawarah Nasional ini, peserta rapat menyepakati membentuk organisasi Persatuan Jaksa Republik Indonesia disingkat PERSAJA. PERSAJA menjadi wadah pemersatu para Jaksa dalam meningkatkan integritas dan profesionalisme.
Seiring tuntutan transparansi dan akuntabilitas, PERSAJA mengadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada 25 Maret 2009. Hasil Munaslub tersebut mengubah nama PERSAJA menjadi Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) dan memperbarui AD/ART organisasi.
Meskipun mengalami perubahan nama, PJI tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur organisasi pendahulunya. Hal ini ditegaskan dalam Musyawarah Nasional PJI di Jakarta pada 28 Desember 2014, di mana tanggal 15 Juni 1993 ditetapkan sebagai hari lahir PJI.
Selanjutnya pada 2022 tepatnya pada 22 Juni kembali diadakan Munaslub di Jakarta. Munaslub ini kembali melakukan perubahan nama organisasi Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menjadi Persatuan Jaksa Indonesia (PERSAJA).
Selain itu, dalam Munaslub tersebut juga ditetapkan tanggal 6 Mei 1951 sebagai hari lahir PERSAJA dan perubahan lambang PERSAJA.
Perjalanan panjang ini mencerminkan komitmen para Jaksa dalam menegakkan norma dengan penuh integritas dan profesionalisme. Sebagai organisasi profesi, PERSAJA terus berkarya untuk kemajuan lembaga Kejaksaan dan penegakan norma di Indonesia.
Dengan memandang sejarah, terdapat beberapa kiprah dan perjuangan nan ditorehkan PERSADJA, antara lain:
1. Setidaknya terdapat tiga kali momen Persatuan Djaksa-Djaksa Seluruh Indonesia (PERSADJA) memberikan support secara terbuka untuk tetap mempertahankan kepemimpinan R. Soeprapto sebagai Jaksa Agung ialah tahun 1954, 1957, dan 1958;
2. Pada bulan Juli 1951, PERSADJA menghendaki adanya penyesuaian dan penghargaan mengenai penghasilan dan golongan para Jaksa. Akhirnya pada bulan Oktober 1955 perjuangan PERSADJA tersebut dikabulkan oleh pemerintah dengan menempatkan kedudukan Jaksa sama dengan kedudukan Hakim;
3. Pada tahun 1956, PERSADJA menolak suatu rencana nan bakal menempatkan kedudukan Jaksa Agung di bawah kewenangan Menteri Kehakiman. PERSADJA menghendaki agar kedudukan Jaksa Agung ditetapkan oleh konstituante mengingat kedudukan Jaksa Agung merupakan salah satu pokok negara.
4. Pendirian dan perjuangan PERSADJA dalam menjaga marwah lembaga Kejaksaan, menjadi inisiatif alias buahpikiran pembentukan wadah ikatan pengadil pada tahun 1951 di Surabaya dan Semarang nan menjadi cikal bakal lahirnya Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) saat ini.
Dari catatan sejarah tersebut, dapat dilihat gimana PERSADJA datang dalam menjaga marwah lembaga Kejaksaan Republik Indonesia sekaligus juga untuk meneruskan perjuangan dan pengabdian Jaksa dalam penyelenggaraan tugas luhur nan mulia sebagai pengawal kebenaran dan keadilan, menjunjung tinggi kewenangan asasi manusia, serta berpegang teguh pada sumpah kedudukan dan Tri Krama Adhyaksa.
(inh)