Setahun Tragedi Pulau Rempang, Siapa Sosok di Balik Proyek Rempang Eco City?

Sedang Trending 4 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Setahun lalu, tepatnya Kamis, 7 September 2023, penduduk Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau berantem dengan ribuan abdi negara campuran tentara dan polisi. Peristiwa itu buntut penolakan penduduk setempat mengenai wacana pemerintah merombak Pulau Rempang menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) berjudul Rempang Eco City.

Warga Pulau Rempang menolak digusur dan direlokasi ke Pulau Galang. Musababnya, mereka menyatakan wilayah tersebut telah lama mereka tinggali sejak sebelum kemerdekaannya. Banyak nilai sejarah nan bakal lenyap jika perkampungan tua di Pulau Rempang bakal digusur.

Di sisi lain pemerintah mengatakan bahwa Pulau Rempang telah diserahkan kepada entitas pengusaha sejak awal 2000-an dalam corak kewenangan guna upaya namalain HGU. Namun, lahan tersebut tak kunjung digarap oleh penanammodal dan tak pernah dikunjungi. Namun, pada 2021, saat penanammodal masuk, wilayah tersebut rupanya berpenghuni.

Lantas siapakah sosok di kembali proyek Rempang Eco City pemilik HGU tersebut?

Rencana pembangunan proyek ini sebenarnya dimulai pada 26 Agustus 2004 silam. Saat itu, pemerintah melalui Badan Pengusahaan alias BP Batam dan Pemerintah Kota Batam menyerahkan kewenangan eksklusif atas pengembangan serta pengelolaan Pulau Rempang, Pulau Setokok, dan sebagian Pulau Galang kepada PT Makmur Elok Graha (MEG). Perjanjian tersebut diteken oleh Tomy Winata, mewakili PT MEG.

Tertunda 18 tahun, proyek pembangunan ini kembali dihidupkan setelah Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengunjungi China beberapa waktu sebelumnya. Jokowi membawa oleh-oleh dari Negeri Tirai Bambu, Xinyi Group bakal berinvestasi di Pulau Rempang dalam corak pembangunan pabrik kaca. Oleh lantaran itu, Pemerintah Kota Batam, BP Batam, dan PT MEG bekerja sama untuk mempercepat proses pembangunannya.

Kawasan Rempang Eco City tersebut dibangun dengan luas kurang lebih 165 km persegi. Dalam pengembangannya, PT MEG bakal menyiapkan Pulau Rempang sebagai area industri, perdagangan, hingga wisata nan terintegrasi. Proyek itu diharapkan bisa mendorong peningkatan daya saing Indonesia dari Singapura dan Malaysia.

Saat itu, total investasi pengembangan Eco City Area Batam Rempang mencapai Rp 43 triliun. PT MEG juga telah menggandeng Xinyi International Investment Limited, calon penanammodal nan bakal membangun pusat pengolahan pasir kuarsa dan pasir silika di Rempang. Pemerintah menyatakan komitmen investasi Xinyi bakal mencapai Rp 381 triliun hingga 2080.

Dengan nilai investasi tersebut, pengembangan Pulau Rempang diharapkan dapat memberi akibat terhadap pertumbuhan ekonomi (spillover effect) bagi Kota Batam serta kabupaten alias kota lain di Provinsi Kepri. Pemerintah Republik Indonesia juga menargetkan, pengembangan Rempang Eco-City dapat menyerap lebih kurang 306 ribu tenaga kerja hingga 2080 mendatang.

Namun, pembangunan proyek Rempang Eco City mendapat penolakan dari masyarakat budaya di Pulau Rempan. Ribuan penduduk nan berasal dari 16 kampung tua di Rempang menolak direlokasi lantaran bakal ada pembangunan proyek tersebut. Penolakan itu berujung berantem penduduk dengan abdi negara keamanan campuran pada Kamis pekan lalu, 7 September 2023 sekitar pukul 10.00 WIB.

Ribuan abdi negara campuran TNI dan Polri memaksa masuk ke perkampungan penduduk hari itu. Kedatangan abdi negara tersebut guna memasang patok tanda pemisah lahan untuk proyek Rempang Eco City. Masyarakat budaya menolak kehadiran mereka dan melakukan pemblokiran dengan menebang pohon hingga meletakkan blok kontainer di tengah jalan.

Namun, abdi negara campuran bersikeras merangsek masuk ke pemukiman warga. Dalam prosesnya, mereka apalagi menembakkan gas air mata untuk memukul mundur warga. Bahkan, semburan gas air mata tersebut sampai ke arah sekolah. Hal ini membikin para pembimbing berlarian membawa murid-murid pergi melalui pintu belakang sekolah.

Beberapa hari kemudian, tepatnya pada Senin, 11 September 2023, ribuan masyarakat budaya Melayu Kepri menggeruduk instansi BP Batam. Mereka menyampaikan beberapa tuntutannya. Mulai dari menolak penggusuran, mendesak TNI dan Polri membubarkan posko nan didirikan di Rempang Galang, menghentikan intimidasi kepada orang Melayu, dan menuntut Jokowi membatalkan penggusuran kampung tua Pulau Galang.

Aksi tersebut sempat menyebabkan ricuh merusak kaca-kaca dan pagar instansi BP Batam. Massa membubarkan diri setelah ditembakkan gas air mata. Buntut dari tindakan tersebut, sebanyak 43 orang penduduk Rempang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kericuhan saat demo penolakan pengembangan Kawasan Rempang Eco City nan terjadi pada 7 dan 11 September 2023.

Iklan

“Sebanyak 26 ditetapkan sebagai tersangka di Polresta kasus tanggal 11 September, tambah delapan nan tanggal 7 September. Di Polda aKepri da sembilan tersangka, jadi total 43,” ujar Kapolresta Barelang Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto di Batam, Kepulauan Riau, Jumat, 15 September 2023

Selanjutnya: Profil Tomy Winata Pemegang HGU Pulau Rempang

  • 1
  • 2
  • Selanjutnya

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis