ARTICLE AD BOX
CNN Indonesia
Kamis, 15 Agu 2024 17:17 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sebagian gedung tempat pemindahan sementara (TES) atau shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah roboh.
Tim KPK sudah melakukan pengecekan lapangan sebagai bagian dari tindak lanjut kasus dugaan korupsi pembangunan shelter tersebut.
"Ini sedang dikirim timnya, tapi nan jelas sesuai foto-foto nan saya lihat, mungkin juga rekan-rekan pernah (lihat) fotonya, bangunannya sudah sebagian roboh, jadi tidak bisa digunakan," ujar Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu di Kantornya, Jakarta, Kamis (15/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asep menambahkan tim interogator meminta support dari beberapa mahir dalam menangani kasus tersebut.
"Nanti jika mengenai dengan masalah bahan gedung dan lain-lain bakal (diperiksa) oleh ahli, lantaran kita mendatangkan mahir ya, mahir bangunan maupun mahir penghitungan kerugian negara," sambungnya.
Sebelumnya, tim interogator KPK berbareng auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pemerintah (BPKP) melakukan pengecekan bentuk terhadap shelter tsunami di NTB, Kamis (8/8).
Pengecekan tersebut dalam rangka penghitungan kerugian finansial negara.
KPK belum memberikan berita terkini dari aktivitas tersebut.
Dalam proses investigasi berjalan, KPK telah menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi-saksi.
Di antaranya adalah D selaku Staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB; RT selaku Kepala Kantor BPBD Lombok Utara tahun 2015; KH selaku Kepala BPKAD Kabupaten Lombok Utara periode 2014-2015; dan R selaku Direktur Utama PT Utama Beton Perkasa.
Kemudian RB selaku Direktur PT Barokah Karya Mataram; Sardimin selaku Kepala Dinas PU Provinsi NTB (Mantan Kabid Cipta Karya Dinas PU Provinsi NTB); MT selaku perwakilan dari PT IA; dan IMA selaku Kepala BPBD Lombok Utara tahun 2018.
Lembaga antirasuah sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka namun belum mengumumkan identitas mereka. Hal itu bakal disampaikan KPK berbarengan dengan bangunan komplit perkara pada saat penahanan dilakukan. Kasus ini merugikan finansial negara sekitar kurang lebih Rp19 miliar.
(ryn/wis)
[Gambas:Video CNN]
Yuk, daftarkan email jika mau menerima Newsletter kami setiap awal pekan.
Dengan berlangganan, Anda menyepakatikebijakan privasi kami.