Sikap Pemerintah yang Terbelah soal Tanaman Kratom

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah tetap belum satu bunyi mengenai legalisasi tanaman kratom. Kratom menjadi perdebatan mengenai keamanan medis, tapi terbukti memberikan akibat perekonomian bagi masyarakat.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk meneliti lebih lanjut faedah tanaman kratom nan disebut mempunyai kandungan narkotika.

Hasil riset lanjutan ditargetkan rampung pada Agustus 2024 untuk kemudian ditindaklanjuti dengan penetapan status tanaman dan pematangan izin tata kelola niaga komoditas kratom.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Instruksi itu diberikan Jokowi pada rapat internal tentang kebijakan dalam penanganan, pemanfaatan, dan perdagangan tanaman kratom di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/6).

"Presiden menekankan nan perlu dioptimalisasi adalah asas faedah kratom itu," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko usai rapat.

Moeldoko menyatakan bahwa Presiden Jokowi mendukung penuh pemanfaatan kratom andaikan dinyatakan kondusif secara kesehatan dan mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Selama masa riset, Badan Narkotika Nasional (BNN) RI meminta masyarakat tidak menggunakan alias mengonsumsi kratom selain untuk kepentingan penelitian.

"Kratom mempunyai pengaruh samping nan rawan bagi tubuh, terlebih jika digunakan dengan dosis tinggi," ujar Kepala BNN RI Komjen Marthinus Hukom dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (21/6).

BNN sejak 2019 telah mengkampanyekan agar kratom masuk dalam narkotika golongan I. BNN juga mengeluarkan sikap resmi lembaga dalam sebuah surat nan dikirim ke sejumlah lembaga terkait. Surat tersebut ditandatangani oleh Kepala BNN 2018-2020 Heru Winarko.

Sikap BNN mengenai peredaran dan penyalahgunaan kratom di Indonesia tertuang dalam Surat Edaran BNN 2019 (SE Kepala BNN Nomor B/3985/X/KA/PL.02/2019/BNN tahun 2019).

Surat tersebut mendukung keputusan Komnas Perubahan Penggolongan Narkotika dan Psikotropika bahwa tanaman kratom merupakan narkotika golongan I.

Dalam suratnya, BNN menyebut kratom mengandung senyawa nan rawan bagi kesehatan. Pada dosis rendah kratom disebut mempunyai pengaruh stimulan, sementara dosis tinggi dapat mempunyai pengaruh sedatif-narkotika.

Selain itu, senyawa 7-hidroksimitraginin pada kratom disebut mempunyai pengaruh 13 kali kekuatan morfin nan menimbulkan adiksi, depresi pernapasan, hingga kematian.

Senada, BPOM melarang kratom digunakan dalam obat tradisional, herbal, fitofarmaka, suplemen makanan, dan pangan olahan.

"Senyawa nan terkandung dalam kratom berpotensi dikembangkan sebagai obat golongan narkotika alias psikotropika, namun kudu dilakukan standardisasi, uji praklinik, serta uji klinik untuk mendapatkan dosis penggunaan dan efikasi nan tepat," kata Kepala BPOM 2016-2023 Penny K. Lukito dalam keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.

Penny mengatakan pihaknya terbuka mencabut larangan penggunaan kratom dalam obat tradisional, herbal terstandar, fitofarmaka, suplemen makanan, dan pangan olahan sejalan dengan riset nan dilakukan oleh BRIN.

Selama belum diperoleh hasil riset nan membuktikan ancaman alias akibat penggunaan daun kratom secara lengkap, kata dia, maka perlu dibuat sistem perizinan ekspor daun kratom dengan pembatasan.

Sementara itu, BRIN mengakui kratom punya sifat analgesik (pereda nyeri) nan cukup baik dan tidak jauh berbeda dengan morfin.

Meski begitu, kratom dikhawatirkan mempunyai pengaruh psikotropika jika dikonsumsi dalam jumlah banyak. Oleh lantaran itu, BRIN tetap butuh penelitian lebih lanjut mengenai dosis kondusif penggunaan kratom serta pengetesan apakah kratom bisa menjadi obat untuk pasien ketergantungan obat.

"Dalam konklusi sementara kita bahwa memang kratom ini mempunyai aktivitas analgesik nan mungkin dapat berfaedah untuk pengobatan," kata Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Ni Luh Putu Indi Dharmayanti.

(lna/fra)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional