TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) meminta Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menetapkan pengemudi pikulan daring, seperti ojek online (ojol), taksi online, dan kurir sebagai pekerja tetap. SPAI menilai langkah ini agar para pengemudi pikulan daring memperoleh hak-hak pekerja termasuk bayaran minimum sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Untuk itu kami menghimbau menteri nan baru untuk segera merealisasikan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nan melindungi pekerja platform,” kata Ketua SPAI Lily Pujiati dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Usai ditunjuk sebagai menteri di Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto, Yassierli berjanji bakal bergegas merancang rencana kerja dalam 100 hari pertama. Guru Besar Institute Teknologi Bandung itu mengatakan kementeriannya bakal membahas Upah Minimum Provinsi (UMP) hingga upskilling maupun reskilling pekerja. Namun, Yassierli tidak ada membahas soal status ojek daring dalam program 100 hari kerjanya.
Dalam menetapkan bayaran minimum, dia mengatakan Yassierli sepatutnya memandang kondisi pendapatan nan memprihatinkan bagi pengemudi ojol, taksi online, dan kurir. Dia mengatakan status mitra pengemudi dengan platform menyebabkan pendapatan para pekerja ini tak menentu.
“Setiap bulannya pendapatan pengemudi ojol berada di bawah standar bayaran minimum,” kata dia.
Ia mengatakan hubungan kemitraan ini menjadikan platform menetapkan tarif nan murah secara sepihak. Dia menyebut platform juga memotong penghasilan pekerja nan melampaui ketentuan 20 persen. Platform, kata dia, memotong penghasilan di kisaran 30-70 persen melalui tambahan biaya jasa dan biaya lain nan dibebankan ke konsumen.
Iklan
Karena itu, rata-rata penghasilan per bulan pekerja pikulan daring ini hanya Rp3 juta. “Itu pun kami kudu bekerja dari pagi hingga malam, berkisar 15-17 jam setiap harinya. Dan itu kami kerjakan tanpa libur dalam sebulan,” kata dia.
Meski demikian, dia mengatakan pendapatan Rp3 juta itu tak bertindak bagi pengemudi perempuan. Tak mendapat libur berbayar untuk haid, melahirkan, dan potensi keguguran, dia mengatakan pendapatan pekerja wanita bisa lebih rendah.
“Belum lagi akibat di jalan raya nan rawan kecelakaan bagi kami lantaran aspek kelelahan dan kurang istirahat. Bila terjadi kecelakaan, kami hanya dianggap sebagai kecelakaan lalu-lintas, bukan sebagai kecelakaan kerja,” kata dia.
Padahal, kata dia, jika pekerja pikulan daring ini diakui UU, mereka bakal mendapatkan santunan BPJS Ketenagakerjaan, agunan sosial, dan tanggung jawab dari platfrom. “Dengan status mitra, kami otomatis tidak mendapatkan agunan sosial nan semestinya ada tanggung jawab platform di situ,” kata dia.
Pilihan Editor: Asosiasi Ojol Minta Menaker Yassierly Formalisasi Status Ojek Online