TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi resmi menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Berdasarkan patokan tersebut, pemerintah mengubah BPJS Kesehatan menjadi kelas rawat inap standar (KRIS) nan sudah diwacanakan sejak 2023 lalu.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (4B) Perpres tersebut, KRIS adalah standar minimum pelayanan rawat inap nan diterima oleh peserta. Pemerintah juga menyebut kriteria akomodasi ruang perawatan pelayanan KRIS.
Dikutip bpk.go.id, berikut adalah 12 kriteria pelayanan KRIS sesuai Pasal 46A ayat (1) Perpres nan telah diundangkan sejak 8 Mei 2024, yaitu:
- Komponen gedung nan digunakan tidak boleh mempunyai tingkat porositas tinggi
- Ventilasi udara
- Pencahayaan ruangan
- Kelengkapan tempat tidur
- Nakas (meja kecil) per tempat tidur
- Temperatur ruangan
- Ruang rawat dibagi sesuai jenis kelamin, anak alias dewasa, dan penyakit jangkitan alias noninfeksi
- Kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur
- Tirai alias partisi antar tempat tidur
- Kamar mandi dalam ruangan rawat inap
- Kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas
- Outlet oksigen.
Kendati demikian, akomodasi pelayanan KRIS tersebut tidak bertindak untuk beberapa perawatan, yaitu:
- Pelayanan rawat inap untuk bayi alias perinatologi
- Perawatan intensif
- Pelayanan rawat inap untuk pasien jiwa
- Ruang perawatan nan mempunyai akomodasi khusus.
Lebih lanjut, pada Pasal 103B ayat (1) Perpres tersebut juga menjelaskan bahwa penerapan akomodasi ruang perawatan KRIS mulai bertindak di seluruh Indonesia paling lambat pada 30 Juni 2025. Sistem KRIS ini bakal dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit nan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Lalu, berasas Pasal 103B ayat (2), rumah sakit dapat menyelenggarakan sebagian alias seluruh pelayanan rawat inap berasas KRIS sesuai kemampuannya.
Perubahan sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan menjadi KRIS sempat membikin publik ramai membicarakannya. Pasalnya, publik menjadi takut, jika perubahan ini malah menyulitkan akses pelayanan kesehatan lantaran sistem kelas dihapus. Namun, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa kebijakan baru ini bukan penghapusan kelas. KRIS diberlakukan sebagai upaya pemerintah menyederhanakan jasa masyarakat.
“Jadi itu bukan dihapus, standar-nya disederhanakan dan kualitasnya diangkat. Jadi, itu ada kelas 3 kan sekarang semua naik ke kelas 2 dan kelas 1. Permenkes-nya (Peraturan Menteri Kesehatan), sejenak lagi keluar sesudah pak Presiden tanda tangan,” kata Menkes Budi, pada 14 Mei 2024.
Tak hanya Budi, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah juga angkat bunyi untuk memperjelas potensi penerapan iuran baru usai memberlakukan sistem KRIS. Jka kelak ada penyesuaian iuran, perlu disertai bauran kebijakan nan melibatkan seluruh pemegang kepentingan.
"Ini untuk antisipasi potensi ketidakcukupan DJS (Dana Jaminan Kesehatan) Kesehatan dalam dua-tiga tahun ke depan," ujarnya, pada 14 Mei 2024.
Rizzky juga mengungkapkan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan kudu mempertimbangkan kondisi dan keahlian finansial masyarakat. Dengan demikian, perumusan besaran iuran Jaminan Kesehatan Nasional perlu melibatkan partisipasi masyarakat melalui obrolan publik.
RACHEL FARAHDIBA R | RIRI RAHAYU | DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Perbedaan Sistem Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan nan Bakal Diganti dengan KRIS