TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sedang mengkaji skema penyaluran subsidi BBM berbasis nilai menjadi support langsung tunai (BLT). Pengamat Ekonomi dari Universitas Gajah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan butuh waktu minimal setahun untuk menyesuaikan info penerima BLT BBM.
Menurut Fahmy, pemerintah perlu punya info penerima BLT nan betul-betul baru jika kebijakan ini mau diterapkan. “Validasi info kriteria penerima butuh waktu minimal satu tahun,” kata dia kepada Tempo dikutip Selasa, 12 November 2024.
Pemerintah, kata dia kudu menentukan kriteria, lantaran masyarat penerima BLT subsidi bahan bakar minyak alias BBM beda dengan listrik dan gas tiga kilogram. Setelah kriteria ditentukan, barulah seluruh info dikumpulkan.
Fahmy berujar jika info tak selaras, subsidi bisa salah sasaran. Pemerintah tidak bisa menggunakan info BLT nan ada sekarang, lantaran info support tunai saat ini ditujukan untuk mengurangi beban kebutuhan pokok. “Kalau mereka dikasih BLT BBM (bahan bakar minyak) misalnya, belum tentu mereka punya kendaraan bermotor,” ujarnya.
Pemerintah juga kudu membikin hitungan alias simulasi mengenai akibat jika kebijakan ini diterapkan terhadap inflasi. Jika subsidi berasas nilai dihapus dan diganti transfer, nilai bahan bakar minyak nan sebelumnya disubsidi bakal serentak naik. Masyarakat umum bakal merasakan akibat dari kenaikan harga. “Itu bakal memicu inflasi,” kata dia.
Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan rencana tersebut juga tetap dikaji oleh internal kementerian. Belum ada keputusan final nan bisa dia berikan mengenai dengan wacana tersebut.
Namun, Bahlil memastikan bahwa BLT memang menjadi opsi nan juga ikut dikaji dan merupakan opsi nan terdepan untuk direalisasikan. Pilihan ini bakal diputuskan nanti. "Dan opsinya saya pikir, opsinya lebih mengkerucut ke sana (BLT),” ujarnya.
Vedro Imanuel berkontribusi dalam penulisan tulisan ini