TEMPO.CO, Jakarta - Deflasi selama lima bulan berturut-turut ditanggapi dengan berbeda. Kalangan pengusaha cemas kejadian ini menyebabkan menurunnya daya beli, sementara pemerintah tidak melihatnya berangkaian dengan penurunan daya beli masyarakat.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengaku resah kondisi ini bakal berpengaruh pada tingkat konsumsi masyarakat.
“Yang kami khawatirkan adalah ini semua berpengaruh juga kepada daya beli. Ini nan sebenarnya menjadi kunci utama,” ujar Shinta usai sarasehan Kadin berbareng Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Menara Kadin, Rabu, 2 Oktober 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini deflasi nan telah terjadi selama lima bulan beruntun ini bukan sinyal negatif bagi perekonomian.
Hal itu lantaran deflasi disebabkan oleh komponen nilai bergolak (volatile food) nan berangkaian dengan komoditas pangan. Dengan deflasi pangan, maka nilai bahan makanan di pasar dalam kondisi stabil alias apalagi turun.
"Deflasi lima bulan terakhir terutama dikontribusikan penurunan nilai pangan. Menurut saya, ini suatu perkembangan positif, terutama terhadap daya beli masyarakat," kata Sri Mulyani di instansi Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2024.
Menurut dia, shopping masyarakat terutama golongan menengah bawah, didominasi oleh shopping makanan. Artinya, nilai pangan di pasar nan turun justru bisa membantu masyarakat menjangkau bahan-bahan makanan dengan lebih murah.
"Jadi, deflasi lima bulan berturut-turut nan berasal dari nilai bergolak itu adalah perihal nan memang kita harapkan bisa menciptakan level nilai makanan nan stabil dan rendah, lantaran itu baik untuk konsumen Indonesia, terutama menengah bawah nan kebanyakan belanjanya untuk makanan," katanya.
Di sisi lain, inflasi inti juga tetap memperkuat di atas 2 persen, tepatnya sebesar 2,09 persen (year-on-year/yoy) pada September, sedikit meningkat dari Agustus nan sebesar 2,02 persen. Catatan ini mengindikasikan permintaan tetap cukup tinggi.
Berbagai parameter itu juga membikin Sri Mulyani optimistis kebijakan fiskal mengarah pada sasaran nan tepat. Salah satu peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah menyalurkan support sosial (bansos) untuk menopang perekonomian masyarakat, baik berupa pemberian beras, telur, maupun daging ayam. Bansos ini utamanya disalurkan kepada golongan miskin dan rentan.
"Jadi, dalam perihal ini, kami menyikapinya sebagai perihal positif. Terutama jika dari sisi fiskal, kita menggunakan APBN itu untuk menstabilkan harga," kata dia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia mengalami deflasi 0,12 persen (month-to-month/mtm) pada September 2024. Tren deflasi ini telah berjalan sejak Mei 2024, dengan rincian deflasi 0,03 persen pada Mei, 0,08 persen pada Juni, 0,18 persen pada Juli, dan 0,03 persen pada Agustus.
Adapun inflasi tahunan tercatat sebesar 1,84 persen (year-on-year/yoy) dan inflasi tahun almanak 0,74 persen (year-to-date/ytd).
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan nomor deflasi nan diperoleh BPS merujuk pada Indeks Harga Konsumen (IHK), di mana aspek nan memengaruhi adalah biaya produksi hingga kondisi suplai.
Untuk itu, BPS tidak mengaitkan info deflasi dengan dugaan penurunan daya beli masyarakat.
“Untuk mengambil konklusi apakah ini menunjukkan indikasi daya beli masyarakat menurun, kudu ada studi lebih lanjut. Karena daya beli itu tidak bisa hanya dimonitor dari nomor inflasi alias deflasi,” ujarnya.
Airlangga: Perekonomian Baik-baik Saja
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan perekonomian nasional secara keseluruhan tetap bergerak dengan baik meski tren deflasi telah berjalan selama lima bulan berturut-turut.
Dia merujuk pada sejumlah parameter ekonomi nan mencatatkan peningkatan, seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan persediaan devisa. Rupiah pun sukses ditekan kembali ke level di bawah Rp16 ribu.
Iklan
Menurut Airlangga, indikator-indikator itu menunjukkan perekonomian nasional tetap bergerak dengan baik.
Ia juga menjelaskan, komponen inflasi terdiri dari inflasi inti atau core inflation dan komoditi pangan nan bergejolak, alias kerap disebut volatile food. Menurut dia, volatile food sedang ditekan turun, dan nantinya bakal berakibat baik untuk masyarakat. Sementara, pertumbuhan ekonomi tercermin dalam inflasi inti nan sekarang tercatat naik. “Karena menjadi anomali jika tumbuhnya naik, terus core inflation-nya turun. Jadi sekali lagi, nan dibandingkan bukan inflasi keseluruhan, tapi core inflation,” katanya.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan merespons kejadian deflasi nan terjadi selama lima bulan beruntun dengam mengatakan bahwa pemerintah bakal mengkaji lebih lanjut penyebab deflasi tersebut.
Zulhas membandingkan deflasi dengan kejadian inflasi nan sigap bisa diatasi lantaran pemerintah wilayah dapat langsung turun tangan. Penurunan nilai komoditas di lapangan, dianggap condong kurang terkontrol.
Mendag mencontohkan cabe nan dipatok Rp 40 ribu, tetapi di lapangan seharga Rp 15 ribu bisa menyebabkan petani langsung bangkrut. “Nah ini memang ada beberapa (komoditas) nan terlalu murah. Terlalu murah ini kan kita belum ada jalan untuk membantunya kan gitu, belum ada,” kata Zulhas usai berjumpa Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta pada Jumat, 4 Oktober 2024.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini menyebut setelah berkeliling di pasar-pasar deflasi ini bisa saja terjadi lantaran peralihan musim. “Apa lantaran suplainya banyak sekali sehingga harganya terlalu murah, alias daya beli nan turun kelak kita lihat,” katanya.
Berikutnya: INDEF: Ini Tanda-tanda Melemahnya Daya Beli