TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintahan Presiden Prabowo sedang menggodok formula UMP alias Upah Minimun Provinsi 2025 untuk menyesuaikan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi nan menganulir sebagian isi Undang-undang Cipta Kerja, termasuk dalam perihal penentuan bayaran buruh.
Jika berasas Undang-undang Omnibus Law itu penentuan UMP berasas Peraturan Pemerintah (PP) No 51/2023 tentang pengupahan dengan 3 variabel ialah nflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu (α).
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan, rumusan UMP 2025 rampung dalam waktu dekat dengan mempertimbangkan keseimbangan antara peningkatan penghasilan pekerja dan daya saing usaha.
"Tunggu saja, saya punya sasaran akhir bulan ini, kemudian paling lambat awal bulan depan," katanya Hal itu usai ikut rapat terbatas berbareng Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin sore, 25 November 2024, seperti dikutip Antara.
Menaker mengatakan, terdapat banyak pertimbangan nan kudu diperhatikan dalam penyusunan formula UMP, di antaranya seputar variabel antara peningkatan penghasilan pekerja dan daya saing usaha.
Selain itu, Menaker juga memastikan bahwa formula UMP 2025 bakal sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai UU Cipta Kerja.
"Kalau soal mengikuti putusan MK, itu sudah selesai. Tinggal kami merumuskan formula nan paling pas, dari masukan serikat pekerja, asosiasi pengusaha, dan beragam pihak sedang kami pertimbangkan," katanya.
Presiden Prabowo, menurut Yassierli, memberikan pengarahan untuk mencari titik jumpa antara kepentingan pekerja dan pengusaha, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini. "Mencari titik temunya itu kelak dengan juga memperhatikan kondisi kita saat ini ya, kondisi ekonomi dan segala sesuatunya," kata dia.
Merespons sikap komponen pekerja nan menolak formula UMP 2025 nan diusulkan Kemenaker, dia mengatakan, "Kan tetap dalam rumusan. Apa nan mau ditolak, kan belum selesai rumusannya."
Tuntutan Buruh
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyerukan kepada Presiden Prabowo untuk menetapkan kebijakan kenaikan bayaran minimum 2025 sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 168/PUU-XXI/2023.
Keputusan MK tersebut membatalkan sejumlah norma dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja mengenai pengupahan dan mengamanatkan penetapan bayaran minimum berasas inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu (α), tanpa diskriminasi sektor industri.
Buruh menolak rancangan Permenaker nan mengusulkan kategori bayaran minimum berbeda untuk sektor padat karya dan padat modal.
Mereka juga menentang sistem negosiasi bipartit di tingkat perusahaan untuk menentukan bayaran minimum, nan dianggap bertentangan dengan keputusan MK.
Buruh meminta Presiden Prabowo memprioritaskan kesejahteraan pekerja dalam kebijakan pengupahan sembari menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Usulan Pengusaha
Menaker Yassierli mengungkapkan, pihaknya telah menampung usulan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) soal bayaran minimum pada industri tertentu termasuk industri padat karya.
"Mereka menyampaikan concern mengenai dengan ada beberapa jenis industri nan sedang mengalami kesulitan finansial minta diperhatikan, kemudian ya biasa lah mengenai kondisi ekonomi, daya serap investasi dan seterusnya, kelak kita pertimbangkan," ujarnya, Senin .
Ia menjelaskan, belum ada keputusan mengenai usulan bayaran minimum industri padat karya nan diajukan Apindo. Dalam pertemuan sekitar satu jam lebih itu, diakuinya belum ada keputusan apapun dan lebih didominasi menampung usulan.
Soal rumor pembagian dua kategori pengupahan dalam Permenaker penetapan UMP 2025, dia juga menampik perihal tersebut dan menyebut perihal itu hanya sebagai bahan diskusi.
"Enggak (pembagian dua kategori pengupahan) itu diskusi-diskusi awal, esensinya kan kita mau melindungi perusahaan nan sedang mengalami kesulitan finansial, caranya seperti apa, rupanya tidak sesederhana memisahkan padat karya dengan padat modal," katanya.
Namun konsentrasi alias maksud dari perihal tersebut adalah Kemnaker mau meningkatkan penghasilan pekerja dengan tetap memperhatikan daya saing usaha.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam mengatakan, dalam pertemuan dengan Menaker, Apindo membahas soal peningkatan produktivitas serta upah.
Apindo juga mengusulkan beberapa usulan soal industri padat karya, agar penanammodal padat karya di Indonesia tetap tumbuh.
"Kita menyampaikan saja, bahwa perlu ada pertimbangan-pertimbangan lah. Supaya padat karya ini juga tetap berinvestasi di Indonesia," katanya.
Pengamat: KHL, Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, formula Upah Minimum Provinsi kudu mencakup Kebutuhan Hidup Layak (KHL), inflasi, dan pertumbuhan ekonomi (PE) adalah langkah mendesak untuk menjaga kesejahteraan pekerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi nan inklusif.
Penetapan UMP nan setara menjadi rumor sentral setiap penghujung tahun nan mana menurutnya, KHL merupakan komponen krusial dalam menentukan UMP.
“Sebagai standar kebutuhan pekerja lajang untuk hidup layak selama satu bulan, KHL mencakup elemen-elemen mendasar seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi,” kata Achmad kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Namun, jika hanya mengandalkan KHL tanpa mempertimbangkan inflasi, daya beli pekerja dapat tergerus, terutama pada saat kenaikan nilai peralatan dan jasa.
Pasalnya, inflasi, khususnya inflasi pangan, sering kali lebih tinggi dibanding inflasi umum. Hal ini berakibat signifikan pada pengeluaran pekerja. UMP nan tidak memperhitungkan inflasi berisiko menciptakan ketimpangan daya beli.
Selain itu, dia menyoroti pentingnya memasukkan pertumbuhan ekonomi dalam formula UMP. Variabel pertumbuhan ekonomi mencerminkan keahlian keseluruhan perekonomian suatu negara.
“Dalam konteks keadilan, pekerja sebagai salah satu pilar perekonomian juga berkuasa menikmati faedah dari pertumbuhan tersebut. Dengan memasukkan pertumbuhan ekonomi ke dalam formula UMP, kita dapat menciptakan hubungan nan lebih setara antara kontribusi pekerja terhadap perekonomian dan kompensasi nan mereka terima,” katanya.
Oleh lantaran itu, guna menciptakan UMP nan lebih adil, Achmad menyarankan formula berbasis tiga pilar, ialah KHL, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
KHL sebagai pedoman kebutuhan dasar pekerja, inflasi menggunakan info tahunan nan dirilis oleh BPS, termasuk sektor nan paling mempengaruhi pekerja seperti pangan dan transportasi, serta pertumbuhan ekonomi (PE) sebagai insentif agar pekerja menikmati hasil produktivitas mereka.
Dia memaparkan, penerapan formula ini bakal memberikan sejumlah manfaat. Pertama, perbaikan daya beli pekerja dengan menyesuaikan UMP terhadap inflasi, pekerja dapat mempertahankan daya beli meski nilai peralatan naik.
Kedua, stabilitas sosial UMP nan setara dapat mengurangi bentrok perburuhan. Ketiga, penguatan konsumsi domestik, kenaikan daya beli pekerja bakal mendorong konsumsi, salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi nasional.
doMR DIY Segera Melantai di Bursa, Incar Pendanaan hingga Rp4,71 Triliun