TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan tahun ini merupakan tahun nan sangat berat bagi dirinya sebagai Menteri Keuangan. Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan penerimaan pajak nan menurutnya tetap ada di level negatif. Pertumbuhan penerimaan pajak tercatat sebesar 0,4 persen.
“Tahun ini memang tahun nan sangat berat dengan pertumbuhan pajak kita negatif,” ucap Sri Mulyani dalam agenda rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu, 11 November 2024.
Hingga saat ini, realisasi pajak nan diterima oleh negara hingga 31 Oktober 2024 mencapai nomor Rp 1.517,5 triliun. Angka tersebut, kata Sri Mulyani, tetap belum mencapai sasaran penerimaan pajak nan ditargetkan sebesar Rp 1.818,2 triliun.
“Ini artinya 76,3 persen dari sasaran (penerimaan pajak),” kata Sri Mulyani.
Pada tahun 2023 lalu, pertumbuhan penerimaan pajak berada di level 5,3 persen. Ini menunjukkan, laju pertumbuhan penerimaan pajak turun sekitar 4,9 persen. Selain itu, laju pertumbuhan penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai juga turun dari 13,6 persen di tahun 2023 menjadi 4,9 persen di tahun 2024.
Sementara itu, belanja negara di tahun ini justru melonjak. Hingga 31 Oktober 2024, shopping negara sudah mencapai Rp 2.556,7 triliun. Bila dibandingkan dengan periode nan sama di tahun 2023 lalu, shopping negara hanya menghabiskan Rp 2.240,8 triliun. Lonjakan shopping negara sendiri paling banyak berasal dari shopping kementerian alias lembaga (K/L).
“76,9 persen dari total (anggaran) shopping negara tahun ini ialah sebesar 3.325 triliun sudah terbelanjakan,” ucap mantan Direktur Bank Dunia tersebut.
Sri Mulyani juga mengatakan, posisi anggaran pendapatan dan shopping negara (APBN) pada saat ini ada dalam posisi nan defisit. Hal ini dilihat dari postur total APBN nan defisit sekitar Rp 309,2 triliun. Namun Sri Mulyani menilai, kondisi ini tetap cukup baik.
“(Defisit) ini tetap relatif sesuai alias on track,” ujarnya.