TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dia ditunjuk oleh presiden terpilih Prabowo Subianto untuk kembali mengemban tugas bendaharawan negara. Para ahli ekonomi beranggapan tetap ada pekerjaan rumah nan belum Sri Mulyani rampungkan di masa kepresidenan Jokowi dan kudu menjadi prioritas di era pemerintahan Prabowo.
Ekonom senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengatakan ada beberapa PR krusial bagi Sri Mulyani. Salah satunya adalah mengenai penerimaan negara.
“Selama 10 tahun terakhir, rasio pajak terus menurun, sehingga perlu penemuan kebijakan dan perbaikan governance mengenai penerimaan negara,” kata Wijayanto kepada Tempo pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Pemerintah menargetkan rasio pajak sebesar 11,2 - 12 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) untuk 2025. Nilai tersebut lebih tinggi dari sasaran rasio pajak tahun ini sebesar 10,12 persen.
Pada 2023, rasio pajak turun dari tahun sebelumnya sebanyak 10,39 persen menjadi 10,21 persen. Angka ini apalagi tetap lebih rendah dari rasio pajak di awal pemerintahan Jokowi pada 2015, ialah 10,76 persen dari PDB.
Selain rasio pajak, Wijayanto menambahkan, Sri Mulyani perlu menerapkan disiplin fiskal. Belanja negara perlu disesuaikan dengan skala prioritas dan perencanaan nan baik. Menurut dia, proyek-proyek mahal nan didanai anggaran pendapatan dan shopping negara (APBN), nan tidak berfaedah secara sosial maupun ekonomi bagi rakyat, sebaiknya dicoret.
Ekonom ini mencontohkan proyek-proyek nan harusnya ditiadakan antara lain Ibu Kota Nusantara (IKN), pembelian senjata nan berlebih, dan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya. “Ini perlu support dan political will (kemauan politik) dari Pak Prabowo Subianto,” ujarnya.
Hendri Saparini, ahli ekonomi senior Center of Reform on Economics (CORE), mengatakan pendekatan Sri Mulyani dalam memanfaatkan kebijakan fiskal semestinya diubah. Berdasarkan pengamatannya, selama ini pemerintah belum memanfaatkan instrumen kebijakan untuk pendapatan maupun belanja.
Iklan
“Mestinya revenue, mau pendapatan, mau belanja, itu didesain untuk bisa mendorong ekonomi,” kata Hendri saat ditemui di seminar nasional berjudul “Urgensi Industriliasi untuk Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 8%” nan berjalan di Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2024.
Di sisi lain, masukan tentang pekerjaan rumah ekonomi RI juga datang dari pemerintah sendiri. Masukan itu diutarakan Thomas Djiwandono, Wakil Menteri Keuangan II, nan kembali ditunjuk untuk peran nan sama di kabinet Prabowo.
Pria nan berkawan disapa Tommy itu pernah berbicara bahwa penurunan kelas menengah di Indonesia menjadi tugas bagi pemerintahan selanjutnya di bawah kepemimpinan pamannya, ialah Prabowo.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah masyarakat dengan ekonomi kelas menengah menurun sejak pandemi Covid-19. Jumlah itu menurun dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Penurunan tersebut setara dengan 9,48 juta orang nan turun kasta dari kelas menengah.
“Saya rasa ini menjadi PR kepada pemerintahan Prabowo nan utama; gimana agar kita mencari solusi-solusi jangka panjang untuk kembali ke level prepandemi,” kata Thomas Djiwandono di aktivitas media gathering Kementerian Keuangan 2024 nan berjalan di Serang, Banten pada Rabu, 25 September 2024.
Riani Sanusi Putri berkontribusi dalam penulisan tulisan ini
Pilihan Editor: Tahun Pertama Prabowo, Pertumbuhan Ekonomi Diprediksi Sulit Tembus 8 Persen