TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani menerbitkan patokan baru tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax). Beleid nan bertindak mulai 1 Januari 2025 ini disebut memudahkan proses pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak.
Kebijakan baru tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 nan ditetapkan 14 Oktober 2024. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti, mengatakan patokan ini menyederhanakan sederet patokan di bagian perpajakan. “PMK ini berakibat pada 42 peraturan nan sekarang tetap berlaku. Saat ini kami sedang menggodok patokan turunan nan merupakan petunjuk pelaksanaannya,” kata dia lewat keterangan resmi dikutip Sabtu, 16 November 2024.
PMK 81, kata dia, merupakan dasar norma penerapan hasil penataan ulang proses bisnis (Business Process Reengineering) pada sistem inti manajemen perpajakan nan baru. Penerbitannya berasas kebutuhan pembaruan sistem manajemen perpajakan nan lebih transparan, efektif, dan fleksibel.
Dwi memaparkan ada delapan kemudahan nan bakal didapat wajib pajak dengan terbitnya patokan dan penerapan sistem Coretax. Berikut rinciannya.
1. Registrasi menjadi lebih mudah, dapat dilakukan di semua Kantor Pelayanan Pajak (borderless). Melalui beragam saluran nan disediakan oleh DJP alias melalui pihak lain (omni channel), dan tervalidasi dengan sumber info (single source of truth).
2. Tersedianya akun Wajib Pajak (Taxpayer Account) nan dapat diakses secara daring melalui portal wajib pajak sehingga memudahkan wajib ajak untuk melaksanakan kewenangan alias memenuhi tanggungjawab perpajakan secara elektronik.
3. Jatuh tempo pembayaran alias penyetoran masa beberapa jenis pajak diseragamkan menjadi tanggal 15 bulan berikutnya. Penyeragaman tersebut memudahkan tata kelola dan manajemen pembayaran pajak.
4. Wajib pajak dapat melakukan pembayaran dan penyetoran pajak menggunakan deposit pajak. Keberadaan deposit pajak dapat menghindarkan dari akibat keterlambatan pembayaran pajak.
5. Pemerintah mempermudah proses permohonan akomodasi PPh (pajak penghasilan) tanpa perlu melampirkan Surat Keterangan Fiskal (SKF), sepanjang Wajib Pajak telah memenuhi kriteria nan ditentukan. Sebelumnya, untuk memperoleh akomodasi PPh, wajib pajak kudu melampirkan SKF wajib pajak alias seluruh pemegang saham.
6. Satu kode billing dapat digunakan untuk bayar lebih dari satu jenis setoran pajak.Sebelumnya, satu kode billing hanya bisa digunakan untuk bayar satu jenis setoran pajak.
7. Kemudahan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan fitur prepopulated. Wajib pajak tidak perlu lagi mengisi SPT secara manual. Sebelumnya, fitur prepopulated banget berjuntai pada pelaporan SPT Pemotong Pajak dan terbatas pada jenis pajak PPh Pasal 21. Ke depannya, fitur prepopulated otomatis bakal tersedia dalam Coretax lantaran bukti pangkas dibuat di sana. Fitur ini tidak hanya mengakomodasi PPh Pasal 21, tetapi juga mencakup PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Final Pasal 4 ayat (2), sehingga pelaporan SPT Tahunan PPh bakal lebih efisien.
8. Pendaftaran objek PBB (pajak bumi dan bangunan) untuk memperoleh Nomor Objek Pajak (NOP) dan pelaporan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak Pusat terdaftar.