TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL membacakan pledoinya dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat lalu, 5 Juli 2024. Ia mengaku heran bisa menjadi tersangka apalagi kemudian terdakwa dalam kasus dugaan korupsi di kementerian nan dia pimpin selama 2019-2023.
Pasalnya, kata dia, tidak terdapat perangkat bukti sah menurut peraturan perundang-undangan maupun kebenaran nan dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan kesalahan SYL dalam kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) pada rentang waktu 2020-2023.
"Merujuk pada aliran pengetahuan norma bahwa lebih baik membebaskan seratus orang bersalah, daripada menghukum dan membikin sengsara satu orang tidak bersalah," kata SYL.
SYL mengaku tetap bertanya-tanya argumen dirinya dijadikan sebagai tersangka dan terdakwa serta argumen para saksi memberikan keterangan nan beberapa di antaranya memberatkan posisinya.
Ia meyakini beragam keterangan itu tidak benar, sehingga ada kemungkinan para saksi memberikan keterangan dalam keadaan tidak bebas maupun mendapatkan tekanan alias ancaman.
Terlebih lagi, kata dia, kondisi kesehatannya nan saat ini sudah berumur serta pernah menjalani pengobatan dan operasi lobektomi paru-paru, di mana sepertiga paru-paru sebelah kanan telah diangkat lantaran indikasi awal adanya kanker.
"Operasi tersebut berjalan di rumah sakit Gleneagles Singapura," ujarnya menjelaskan.
Tak hanya kondisinya, dia menuturkan kondisi kesehatan istrinya juga selama ini dalam perawatan dan pemantauan master lantaran sakit berkelanjutan.
"Maka dari itu minta kepada nan Mulia Majelis Hakim dengan angan argumen kemanusiaan untuk menjadikannya sebagai pertimbangan," ucap SYL.
SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian. Ia dituntut bayar duit pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan 30 ribu dolar Amerika Serikat, dikurangi dengan jumlah duit nan telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dituduh Memeras Anak Buah
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga memeras anak buah alias menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar. Sebagian duit itu diambil dengan memotong duit perjalanan dinas pegawai sebesar 10-50 persen. Beritanya bisa Anda baca di sini.
Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu berbareng Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, nan juga menjadi terdakwa.
Iklan
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan duit dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Meyer Simanjuntak menyebut Menteri Pertanian periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo maupun penasihat hukumnya mengaku adanya tindakan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Ia menuturkan dalam pembacaan nota pembelaan (pleidoi), baik SYL maupun penasihat hukumnya, menguraikan bahwa SYL menerima suap dari para anak buahnya di Kementan.
"Jadi menurut mereka itu bukan pemerasan melainkan suap. Tetapi pada pokoknya rupanya Pak SYL mengakui tindakan korupsi itu," ucap Meyer saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, kata dia, pihak penuntut umum bakal membaca lebih perincian lagi nota pembelaan SYL maupun penasihat hukumnya untuk memahami lebih lanjut.
Dengan adanya pengakuan SYL maupun penasihat hukumnya mengenai suap nan diterima SYL, Meyer mengungkapkan penasihat norma SYL dalam nota pembelaan menilai pasal dakwaan nan seharusnya dikenakan kepada SYL, ialah Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Artinya menurut penasihat hukum, Pak SYL menerima suap nan semestinya pemberinya juga diproses tindak pidana korupsi sebagai pemberi suap," katanya.
Meski begitu, dia menegaskan, penentuan pasal dalam dakwaan merupakan asas dominus litis alias pengendali perkara nan dimiliki jaksa penuntut umum berasas Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Apabila nantinya ada perbedaan pasal nan dikenakan, sambung dia, perihal tersebut bakal sesuai dengan pertimbangan Majelis Hakim dalam pemberian putusan akhir.
"Yang jelas itu kewenangan kami dan kami tidak asal-asalan tetapi berasas berkas perkara nan ada serta beragam perangkat bukti nan menujukan korupsi nan dilakukan SYL mengarah ke Pasal 12 huruf e, ialah pemerasan," ujar Meyer menjelaskan.
Sidang putusan bakal digelar Kamis, 11 Juli 2024.
Pilihan Editor Luhut: Angaran untuk IKN dan Makan Gratis Prabowo Aman untuk 5 Tahun ke Depan, Ini Itungannya