TEMPO.CO, Jakarta - Mengacu jakarta.bpk.go.id, sejak 5 Januari 2024, Pemprov DKI Jakarta secara resmi mencabut Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2015 nan diganti menjadi Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2024, Pj. Gubernur Heru Budi menetapkan pajak intermezo nan sekarang menjadi pajak peralatan dan jasa tertentu (PBJT), termasuk untuk makan dan minum. Adapun, pajak makanan dan minuman dalam PBJT Perda Nomor 1 Tahun 2024 ditetapkan sebesar 10 persen nan sebelumnya hanya 5 persen.
Mengacu jdih.jakarta.go.id, berasas Perda tersebut, pajak makanan dan minuman adalah pajak atas makanan alias minuman nan disediakan, dijual, alias diserahkan, baik langsung maupun tidak langsung alias melalui pesanan restoran. Pajak makanan dan minuman termasuk dalam PBJT nan tertuang dalam Pasal 44 Perda Nomor 1 Tahun 2024.
Secara lebih rinci, berasas Pasal 45 ayat (1) Perda tersebut, berikut adalah penjualan alias penyerahan makanan dan minuman nan dapat dikenakan PBJT, yaitu:
1. Restoran nan paling sedikit menyediakan jasa penyajian makanan dan minuman berupa meja, kursi, dan peralatan makan serta minum; dan
2. Penyedia jasa boga alias katering nan melakukan beberapa perihal meliputi:
- proses penyediaan bahan baku dan bahan separuh jadi, pembuatan, penyimpanan, dan penyajian berasas pesanan.
- penyajian di letak nan diinginkan oleh pemesan dan berbeda dengan letak dengan proses pembuatan dan penyimpanan dilakukan.
- penyajian dilakukan dengan alias tanpa peralatan dan petugasnya.
Kendati demikian, ada beberapa jenis makanan dan minuman nan dikecualikan dari pembayaran PBJT. Sesuai Pasal 45 ayat (2), berikut adalah makanan dan minuman nan tidak dikenai PBJT sebesar 10 persen, yaitu:
1. Makanan dan minuman dengan peredaran upaya tidak melampaui Rp42 juta per bulan, tetapi tidak bertindak untuk penjualan dan penyerahan
Iklan
2. Dilakukan toko swalayan dan sejenisnya nan tidak hanya menjual makanan dan minuman
3. Dilakukan oleh pabrik makanan dan minuman
4. Makanan dan minuman disediakan oleh penyedia akomodasi nan aktivitas upaya utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) di bandara.
Pajak makanan dan minuman dikenakan kepada subjek PBJT nan merupakan konsumen. Sementara itu, wajib pajak ini dikenakan kepada orang pribadi alias badan nan melakukan penjualan, penyerahan, alias konsumsi makanan dan minuman.
Dasar pengenaan pajak makanan dan minuman merupakan jumlah nan dibayarkan oleh konsumen, meliputi jumlah pembayaran nan diterima penyedia makanan dan minuman untuk PBJT atas produk alias peralatan tersebut. Pajak makanan dan minuman nan termasuk dalam PBJT diterapkan di wilayah pemungutan sesuai Perda, Provinsi DKI Jakarta meliputi tempat penjualan, penyerahan, dan konsumsi peralatan dilakukan sebesar 10 persen, seperti tertulis dalam bprd.jakarta.go.id.
Pilihan Editor: Makan di Restoran Ada Service Tax dan Service Charge Cek Maksimal Besarannya