Jakarta, CNN Indonesia --
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan lembaga antirasuah itu idealnya tak ada kedudukan Ketua KPK.
Pasalnya, kata dia, KPK adalah sebuah lembaga yang memegang prinsip kolektif kolegial dalam mengambil keputusan. Menurutnya cukup ada koordinator saja nan digilir setiap tahun di antara para komisioner KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut dikatakan Tanak saat menjawab pertanyaan Komisi III dalam uji kepantasan dan kepatutan, di Ruang Komisi III DPR, kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (19/11).
"Dalam sistem ketatanegaraan menurut irit saya mengenai kelembagaan nan namanya ketua dia pengambil keputusan, Pak. Decision maker ada sama dia," kata dia nan juga capim KPK petahana tersebut.
"Kalau demikian gimana bisa mix antara keputusan nan berkarakter kolektif kolegial dengan sementara ada satu ketua. Idealnya tidak ada ketua nan idealnya hanya koordinator saja," tambahnya.
Untuk itu, Tanak mengusulkan agar ketua KPK itu bertindak sebagai koordinator dan bisa digilir setiap tahun. Dengan itu, para ketua KPK mempunyai kedudukan nan setara.
"Koordinator ini dari lima setiap tahun ganti-ganti saja. Periode satu tahun ini si A dan periode tahun berikutnya si B," ujar dia.
Model yang kontradiktif
Johanis beranggapan model kepemimpinan KPK selama ini kontradiktif dengan praktik nan dijalankan. Pada satu sisi berkarakter kolektif kolegial, tetapi mempunyai seorang ketua. Menurutnya, ketua merupakan pengambil keputusan lembaga.
"Akibat adanya suatu ketua, dia merasa sayalah ketua, saya menentukan kebijakan dalam lembaga ini. Inilah nan rasanya tidak pas," ucapnya.
Selain itu, Johanis juga menyoal nomenklatur Wakil Ketua KPK. Ia menilai perihal itu juga tak perlu.
"Pimpinan saja, jika ketua dia punya kedudukan nan sama. Kalau ketua rasanya ada perbedaan hierarki, sehingga terjadi ketimpangan," ujar dia.
Johanis Tanak saat ini tetap menjabat sebagai Wakil Ketua KPK. Ia mulai menduduki kedudukan itu Oktober 2022 menggantikan Lili Pintauli Siregar nan mengundurkan diri lantaran dugaan gratifikasi dari PT Pertamina mengenai akomodasi dan tiket menonton MotoGP Mandalika.
Sebelumnya, Tanak tersisih dalam uji kepantasan dan kepatutan capim KPK periode 2019-2024 di DPR RI. Pemilihan Johanis Tanak sebagai pengganti Lili Pintauli Siregar mengundang kritikan sejak awal.
Pasalnya, Johanis sempat mengusulkan mengusulkan koruptor bisa mendapat agunan tak diproses secara norma dengan syarat mengembalikan tiga kali lipat kerugian negara nan disebabkan oleh tindakannya.
Dalam uji kepantasan dan kepatutan pada 2019, Johanis juga mendapatkan kritikan lantaran sepakat dengan revisi UU KPK. Dia sepakat dengan pembentukan Dewan Pengawas dan pemberian kewenangan untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3).
Saat menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, Tanak juga sempat terjerat dugaan pelanggaran etik, tetapi dinyatakan tak bersalah.
(tim/kid)
[Gambas:Video CNN]