TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi heran terhadap munculnya Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran). Menurut Budi, tugas jurnalistik semestinya memang menginvestigasi. Sehingga menghasilkan produk nan berkualitas. "Jurnalistik itu kudu investigasi, masa kudu dilarang?" kata Budi dikutip dari akun IG resminya, @budiariesetiadi, Kamis,16 Mei 2024.
Menurut Budi, jurnalistik kudu berkembang sebagaimana masyarakat nan turut berkembang. "Jurnalistik kudu berkembang, lantaran kita pun, masyarakat, juga berkembang," ucapnya. Budi menilai pembahasan RUU Penyiaran perlu mengakomodasi masukan dari beragam elemen. "Utamanya insan pers, demi mencegah munculnya kontroversi nan tajam," ujarnya dikutip dari Antara pada Kamis, 16 Mei 2024.
Budi nan pernah mencicipi pekerjaan wartawan itu berkomitmen agar kebebasan pers tetap terjaga, termasuk peliputan investigasi. Sehingga, RUU itu tidak memberikan kesan jelek sebagai wajah baru pembungkaman pers.
Saat ini RUU Penyiaran tengah digodok Badan Legislasi DPR. Draf RUU itu menuai kritik dari beragam pegiat media. Termasuk Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), hingga Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Isinya dinilai banyak bertentangan dengan mandat Undang-Undang (UU). Salah satunya, terdapat larangan penayangan kewartawanan investigas di draf RUU Penyiaran nan bertentangan dengan UU Nomor 40 Pasal 4 Tahun 1999.
Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyebut RUU Penyiaran membikin produk pers tidak merdeka, tidak profesional, dan tidak independen. Sehingga melahirkan karya nan tidak berkualitas.
Iklan
Sebagai contoh, draf RUU Penyiaran terbaru alias jenis Maret 2024 pada Pasal 8A ayat (1) huruf q nan membahas soal penyelesaian sengketa Jurnalistik. Di dalamnya mengatur penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan oleh lembaga nan sebetulnya tidak punya mandat dalam penyelesaian etik terhadap karya jurnalistik, ialah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). “Padahal, mandat penyelesaian karya jurnalistik itu ada di Dewan Pers dan itu dituangkan dalam undang-undang,” kata dia dalam konvensi pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Mei 2024.
Ketiga, dia menyebut, RUU penyiaran ini menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/puu-xviii/2020 bahwa penyusunan sebuah izin harus meaningful paricipation.
Defara Dhanya Paramitha | Antara