TEMPO.CO, Jakarta - Kasus korupsi impor gula nan menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menimbulkan banyak tanda tanya. Bahkan, tak sedikit masyarakat nan menilai penangkapan dan penetapan status tersangka laki-laki nan berkawan disapa Tom Lembong itu mempunyai muatan politik. Terlebih, Kejaksaan Agung menyebut belum ada bukti aliran biaya korupsi tersebut mengarah ke Tom Lembong.
Perkara dugaan rasuah ini juga menimbulkan syak wasangka sejumlah kalangan lantaran Tom Lembong bukan satu-satunya Menteri Perdagangan nan memberikan izin impor gula dalam jumlah besar. Tercatat terdapat lima Menteri Perdagangan era Presiden Joko Widodo alias Jokowi nan juga memberikan izin impor untuk komoditas gula.
Temuan BPK Ungkap Kesalahan Impor Gula pada 2015-2017
Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan bahwa kesalahan impor gula tidak hanya terjadi pada kepemimpinan Tom Lembong. Kesalahan kebijakan impor itu juga terjadi saat Menteri Perdagangan dijabat oleh Rachmat Globel dan Eggartiasto Lukita selama periode 2015-2017.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II pada 2017 lalu, lembaga pengawas pengelolaan duit negara itu menemukan sebelas kesalahan kebijakan impor pada enam komoditas, ialah beras, gula, garam, kedelai, sapi, dan daging sapi.
Dikutip dari laporan itu, kesalahan kebijakan itu mencakup impor nan tak diputuskan di Kementerian Koordinator Perekonomian, impor tanpa persetujuan teknis oleh Kementerian Pertanian (Kementan), impor tak didukung info kebutuhan dan persyaratan dokumen, hingga pemasukan impor melampaui tenggat nan ditentukan.
BPK kemudian menemukan Persetujuan Impor (PI) terhadap gula sejumlah 1,69 juta ton nan dikeluarkan Menteri Perdagangan sepanjang 2015 hingga semester I 2017 tak melalui rapat koordinasi. Persetujuan tersebut tercatat dikeluarkan pada tiga masa Menteri Perdagangan era pemerintahan Jokowi, ialah Rachmat Gobel, Tom Lembong, dan Enggartiasto Lukita.
Temuan ini merupakan salah satu butir penyimpangan bagian tertentu nan mengindikasikan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas pengelolaan tata niaga impor pangan pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) era Jokowi.
"Hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan tata niaga impor menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern Kemendag belum efektif untuk memenuhi kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis BPK dalam arsip itu.
Impor gula sejumlah 1,69 juta ton itu bukan satu-satunya publikasi Persetujuan Impor nan bermasalah. Dalam laporan itu, BPK menemukan publikasi PI gula kristal mentah (GKM) kepada PT Adikarya Gemilang, dalam rangka uji coba aktivitas industri, sebanyak 108.000 ton juga tak didukung info kajian kebutuhan.
Tak hanya publikasi PI nan bermasalah, BPK pun menemukan jumlah alokasi impor untuk sejumlah komoditas sepanjang 2015 hingga semester I 2017 nan ditetapkan dalam PI tak sesuai dengan info kebutuhan dan produksi dalam negeri. Komoditas itu ialah gula kristal putih (GKP), beras, sapi, dan daging sapi.
Untuk izin impor beras nan belum sesuai ketentuan, terjadi pada impor beras sebanyak 70.195 ton. Impor itu dinilai tak memenuhi arsip persyaratan, melampaui pemisah berlaku, dan bernomor ganda. Ada pula impor beras kukus sebanyak 200 ton nan tidak mempunyai rekomendasi dari Kementerian Pertanian.
Komoditas lain nan juga diduga terindikasi terjadi pelanggaran adalah publikasi PI sapi kepada Perum Bulog pada 2015. Sebanyak 50.000 ekor sapi diimpor tidak melalui rapat koordinasi. Penerbitan PI daging sapi pada 2016 sebanyak 97.100 ton dan realisasi sebanyak 18.012,91 ton alias senilai Rp737,65 miliar juga tak sesuai alias tanpa rapat koordinasi dan tanpa rekomendasi Kementerian Pertanian (Kementan).
Han Revanda Putra berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Artikel ini terbit di bawah titel Temuan BPK Ungkap Kesalahan Impor Gula Juga Terjadi di Era Mendag Rachmat Globel dan Eggartio Lukita