Terbelit Utang Rp 8,79 Triliun, Nasib 4 Perusahaan Media Milik Bakrie Akan Diputuskan Hari Ini

Sedang Trending 3 minggu yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat bakal membacakan hasil permohonan penundaan tanggungjawab pembayaran utang (PKPU) sebesar Rp 8,79 triliun nan melilit empat perusahaan media milik Aburizal Bakrie pada hari ini, Senin, 4 November 2024.

Empat perusahaan media milik family Bakrie itu meliputi PT Visi Media Asia Tbk (VIVA), PT Intermedia Capital Tbk (MDIA), PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV), dan PT Lativi Mediakarya (tvOne). 

Majelis Hakim telah memberikan perpanjangan PKPU terhadap empat perusahaan tersebut selama 45 hari sejak 20 September hingga 4 November 2004. Rencananya sidang itu bakal digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari ini pukul 10.00.

Majelis telah memerintahkan para pengurus dalam perkara ini untuk memanggil para Termohon PKPU dan kreditur untuk menghadiri sidang itu. “Menghadap dalam Sidang nan diselenggarakan paling lambat pada hari ke-45 (empat puluh lima) terhitung sejak Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara diucapkan,” tulis petitum dalam perkara nomor 13/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN Niaga Jkt.Pst, dikutip Senin, 4 November 2024. 

Pada Selasa, 15 Oktober 2024, kuasa norma dari 12 kreditur nan menagih ke empat perusahaan milik Bakrie, Marx Andryan, mengakui telah menerima tawaran soal pembayaran utang sebesar Rp 8,79 triliun.  

“Sudah disampaikan, tapi tetap tahap negosiasi,” kata Marx saat dihubungi. 

Marx menyebut tawaran dari VIVA adalah bayar keseluruhan utang dengan tiga termin dengan pemisah waktu tertentu. Namun, semua tawaran itu belum ada nan disepakati oleh keduanya.  

“Dibagi tiga termin. Tapi tetap belum clear,” kata dia. 

Dalam keterbukaan info di situs Bursa Efek Indonesia (BEI) VIVA menyebut perseroan bakal menempuh dua langkah penyelesaian, ialah secara tunai berjenjang dan konversi utang menjadi ekuitas alias debt to equity swap.  “Dapat Perseroan sampaikan bahwa penyusunan dan proses negosiasi skema penyelesaian tanggungjawab dalam rencana perdamaian tetap terus berjalan sampai dengan saat ini,” kata VIVA, dikutip pada Ahad, 13 Oktober 2024. 

VIVA menyebut skema tanggungjawab dengan konversi utang menjadi ekuitas besarannya tetap berkisar 2  persen dari total tagihan nan diakui dan terverifikasi dalam PKPU. Sementara itu, untuk tagihan selebihnya sementara ini ditawarkan skema penyelesaiannya secara tunai bertahap. 

Iklan

“Besaran alias persentase tersebut dapat berubah sesuai dengan hasil negosiasi dengan para kreditur,” kata VIVA. 

Kinerja Keuangan VIVA Terus Memburuk

VIVA dan beberapa anak usahanya tersebut terancam pailit. Sebanyak 12 kreditur menagih utang sebesar Rp 8,79 triliun kepada empat perusahaan itu. Jika tenggat penyelesaian utang melalui PKPU terlampaui, VIVA bakal dipailitkan. Majelis Hakim di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan waktu hingga 4 November kepada VIVA untuk bermusyawarah dengan para kreditur. 

Dalam laporan finansial konsolidasian interim VIVA terakhir pada 30 September 2023, perusahaan ini mencatatkan pendapatan sebesar Rp 906 miliar namalain turun dari periode sebelumnya, ialah Rp 1,32 triliun. Dari Rp 906 miliar itu, beban upaya perusahaan pun lebih tinggi, ialah Rp 1,14 triliun.

Beban upaya terbesar VIVA berasal dari operasional perusahaan nan meliputi penghasilan karyawan, jasa profesional, transportasi, air, listrik, dan sejenisnya sebesar Rp 630,2 miliar. Walhasil, pada triwulan III alias 30 September 2024, VIVA mencatatkan rugi Rp 239 miliar.   

Kondisi tersebut setali tiga pada 2022. Pada periode tersebut, VIVA malah membukukan rugi sebesar Rp 1,71 triliun. Jumlah ini membengkak sekitar 93,19 persen secara tahunan dari 2021 sebesar Rp 883,12 miliar. Pada periode ini, VIVA juga mencatatkan defisiensi ekuitas sebesar Rp 1,58 triliun alias meningkat dari total Rp 617,33 miliar di 2021.

Pendapatan VIVA pun juga menurun 6,26 persen pada 2022. Pada 2022, VIVA mencatatkan pendapatan upaya Rp 1,69 triliun, sedangkan di 2021 sebesar Rp 1,81 triliun. Penyebabnya adalah pendapatan dari sektor iklan nan turun 7,63 persen. Pada 2022, VIVA hanya mendapat Rp 1,65 triliun, sementara di 2021 sebesar Rp 1,79 triliun. 

Padahal, beban upaya pada periode 2022 turun 0,44 persen alias Rp 1,65 triliun dari 2021 sebesar Rp 1,66 triliun. Beban upaya ini dihasilkan dari dua segmen, ialah program dan penyiaran sebesar Rp 724,3 miliar dan operasional umum perusahaan Rp 933,7 miliar. Karena itu, VIVA pun akhirnya hanya bisa mencatatkan untung upaya Rp 40,48 miliar pada 2022. Angka ini ambruk 72,38 persen alias 146,6 miliar.

Pilihan Editor: Kementerian Keuangan Tagih Utang Talangan Lapindo Rp 2,23 Triliun ke Grup Bakrie

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis