TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik alias BPS melaporkan perekonomian Indonesia mengalami deflasi 0,12 persen secara bulanan pada September 2024. Deflasi terjadi sejak Mei. “Deflasi 5 bulan berturut-turut ini menyerupai kondisi krisis,” ujar Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic, Mohammad Faisal, Selasa, 1 Oktober 2024.
Indonesia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen semestinya memang dapat menjinakkan inflasi pada kondisi normal. Inflasi rendah mestinya disebabkan keahlian negara dalam mengendalikan harga-harga, bukan pelemahan permintaan alias demand. Namun sekarang nan terjadi bukan hanya inflasi nan turun tapi malah deflasi bulanan beruntun.
BPS melaporkan secara tahunan ekonomi Indonesia pada September telah mengalami inflasi 1,84 year on year (yoy). Menurut Faisal, inflasi rendah pernah terjadi pada masa krisis pandemi 2020 hingga 2021 nan saat itu mengalami inflasi di kisaran 1,5-1,8 persen sepanjang tahunnya. Dengan demikian, dia memperkirakan hingga akhir 2024, inflasi bisa berada di bawah kisaran 2 persen pula secara tahunan.
Faisal menilai, deflasi beruntun ini merupakan akibat dari lemahnya tingkat permintaan dan daya beli. Salah satu pemicu terbesarnya adalah menurunnya pertumbuhan pendapatan masyarakat, khususnya kelas menengah dan bawah. Padahal golongan ini merupakan penggerak pertumbuhan.
Adapun komoditas penyumbang andil deflasi pada September 2024, berasas buletin resmi statistik nan dirilis BPS, 1 Oktober 2024, antara lain, cabe merah, cabe rawit, telur ayam ras, daging ayam ras, tomat, daun bawang, kentang, wortel, dan bensin.
Pengertian Deflasi dan Penyebabnya
Iklan
Dilansir laman Kementerian Keuangan, deflasi merupakan kejadian penurunan nilai nan ada di dalam suatu wilayah. Deflasi terjadi lantaran kekurangan jumlah duit beredar nan menyebabkan daya beli masyarakat menjadi turun.
Beberapa penyebab terjadinya deflasi antara lain penurunan jumlah duit beredar di masyarakat lantaran condong menyimpan uangnya di bank, berkurangnya permintaan peralatan sementara produksi bakal peralatan terus meningkat alias tidak bisa dikurangi dan masyarakat tidak lagi mengkonsumsi peralatan tersebut lantaran jenuh alias membatasi pembelian, serta perlambatan aktivitas ekonomi sehingga banyak pekerja nan terdampak lantaran berkurangnya penghasilan sehingga jumlah duit beredar di masyarakat pun menjadi berkurang.
ILONA ESTHERINA
Pilihan Editor: Soal Deflasi 5 Bulan, Ini Bedanya Pendapat Sri Mulyani dengan Pengusaha dan Pengamat