Jakarta, CNN Indonesia --
Korps Marinir mengungkap argumen jenazah Lettu Eko Damara yang bunuh diri di Kotis Koramil Dekai, Kodim 1715 Yahukimo, Papua Pegunungan, tidak diautopsi.
Eko merupakan Dokter Satgas Pamtas Mobile RI-PNG Yonif 7 Marinir.
Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal (Mar) Endi Supardi mengatakan tidak ada master ahli forensik di RSUD Dekai tempat Eko dibawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, dia menyebut pihaknya juga mau dengan segera membawa jenazah ke kampung laman di Sumatera Utara.
"Di sana itu wilayah operasi, tidak ada master unik untuk, tidak ada, dan juga kita butuh cepat. Kita mau mengembalikan almarhum ini dengan proses secara islam, dikembalikan ke keluarga, dengan sigap aja ini sudah 3 hari," kata Endi dalam konvensi pers di Mako Marinir, Senin (20/5).
Dalam kesempatan itu, melalui panggilan video, juga dihadirkan salah satu master di RSUD Dekai. Dokter itu membenarkan tidak ada master ahli forensik di RSUD tersebut.
Lebih lanjut, Endi juga menjelaskan argumen lainnya tidak dilakukan autopsi lantaran pihaknya percaya peristiwa itu murni bunuh diri.
Ia mengatakan saat kejadian, Eko berada sendirian di dalam ruangan kesehatan dengan posisi pintu dikunci.
"Beliau sendiri di dalam bilik mengunci ruangan. Setelah kejadian, satu, dua menit baru personil mendobrak pintu dan sebagian ada nan lihat dari jendela. Saksi mata juga jelas. Senjata tetap ada dipegang. Saya dengan kepercayaan tidak perlu dilakukan autopsi," katanya.
Ia mempersilahkan jika sekarang family mau mengautopsi jenazah Eko. Di sisi lain, dia mengatakan sudah dilakukan uji balistik terhada senjata nan digunakan Eko untuk bunuh diri.
"Yang belum dilaksanakan autopsi, tapi saya udah persilakan keluarga, jika mau autopsi silahkan, lantaran waktu di sana tidak ada permintaan, setelah tiga hari baru meminta autopsi, saya silahkan jika mau autopsi," katanya.
Sebelumnya family korban merasa ada nan janggal dengan kematian Eko.
Paman Abdul Sattar mengatakan korban awalnya dilaporkan tewas di dalam bilik mandi. Menurut info nan diterima pihak keluarga, Eko tewas bunuh diri dengan luka tembakan di bagian kepala.
"Kita menerima telepon bahwa almarhum Lettu Laut dr Eko Damara itu dinyatakan meninggal, ditemukan di bilik mandi dengan luka tembak di kepala. Kemudian ditanyakan family apa penyebabnya, siapa nan nembak, kata mereka kelak diinformasikan setelah sampai di rumah duka ," kata Abdul dikutip detik.com, Senin (20/5).
Abdul mengatakan setelah kejadian itu, jasad dr Eko langsung dimandikan dan dikafankan. Kemudian, jasad Lettu Eko diberangkatkan dari Papua dan tiba di Stabat, Kabupaten Langkat, pada Senin, 29 April 2024.
"Nah hari itu juga diinformasikan, jenazah setelah dimandikan, dikafankan, terus diberangkatkan. Itu dievakuasi dari letak menggunakan helikopter terus dibawalah, sampai di rumah duka sekitar jam 3 sore tanggal 29 April 2024," sebutnya.
Pihak family sudah berprasangka dengan kematian dr Eko. Alhasil, setelah jasad tiba, family membuka kain kafan korban dan menemukan sejumlah luka lebam di tubuh dr Eko. Selain itu, ada juga jejak sundutan rokok di bagian punggung.
"Itu kita dibuka untuk dikafani ulang, rupanya terdapat kejanggalan kejanggalan menurut kasat mata kami itu janggal, ialah ditemukan lebam-lebam di badan nan tidak merata. Setelah itu, kita periksa ada juga keanehan seperti jejak sundutan rokok di punggung kiri. Di kepala ada jejak senjata peluru masuk dari arah belakang kuping tembus ke kening atas. Dari situ kita lihat bahwa peluru dari belakang ini mini nan depan membesar, nan kita tahu secara awam peluru standar TNI. Cuma kita tidak bisa memastikan ini senjata laras panjang alias laras pendek, ini nan belum dipastikan," katanya.
Abdul menyebut saat itu pihak family belum sempat memikirkan rencana untuk mengautopsi jasad korban lantaran tetap dalam situasi berduka. Lalu, pada 2 Mei 2024 pihaknya menyurati Presiden RI untuk meminta jasad dr Eko diautopsi. Surat itu ditembuskan ke sejumlah pihak, seperti Panglima TNI, KSAL, Puspom TNI, dan Puspom TNI AL.
Selain itu, pihaknya juga sempat mendatangi Puspom TNI untuk mempertanyakan soal kematian Lettu Eko, tetapi saat itu mereka diarahkan untuk mendatangi Puspomal. Setelah dari Puspomal, mereka kembali diminta untuk menemui Asisten Intelijen Korps Marinir. Saat menemui Asisten Intelijen itu lah pihak family diberikan penjelasan soal kematian Lettu Eko.
"Di sana lah kita dapat penjelasan penyebab kematian, rupanya setelah kami dengar secara lisan, bukan tertulis. Disebutkan di situ jika kami tidak salah dengar, disebutkan almarhum ditemukan (tewas) di bilik tidur, berbeda dari awal nan kami terima. Kemudian, penyebab nan awalnya lantaran malaria, berubah lagi, lantaran ada perihal lain. Kalau dia malaria, kenapa bisa mengaku bunuh diri, lazimnya kalo orang sedang sakit, itu tidak boleh memegang senjata, termasuk pisau, ini kan membingungkan," ujarnya.
"Yang kami dengar TKP berubah dari bilik mandi ke tempat tidur. Kemudian, motifnya seolah-olah dicari-cari katanya dia ada utang. Ini kan jadi aneh. Kesannya kan sengaja mencocok-cocokan," sambung Abdul.
Abdul sangat menyayangkan dugaan nan disampaikan oleh TNI AL bahwa Eko tewas lantaran bunuh diri. Padahal menurutnya sejauh ini belum ada bukti kuat nan mendukung dugaan tersebut.
Bahkan, sejauh ini jasad korban juga belum diautopsi. Oleh lantaran itu, pihak family meminta jasad Eko diautopsi untuk mengungkap penyebab pasti kematiannya.
"Ini kan jadi tanda tanya, family curiga, ini ada apa, kenapa seperti ditutup-tutupi. Sampai saat ini kami percaya bahwa almarhum adalah korban pembunuhan. Itulah nan kami minta, sebelum ada pembuktian harusnya tidak boleh disimpulkan. Kami sederhana saja, hanya minta diautopsi dan uji balistik untuk mengungkap kematian almarhum," pungkasnya.
Dalam konvensi pers hari ini, Korps Marinir menegaskan berdasar hasil investigasi, Eko memang diduga bunuh diri menembak kepala dengan senjata SS2-VI.
Foto: CNN Indonesia/Fajrian
Disclaimer kesehatan mental
(yoa/fra)
[Gambas:Video CNN]