UU Pilkada Digugat ke MK, Minta Calon Bisa Maju Pakai Dukungan Ormas

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Peneliti, advokat, hingga mahasiswa mengusulkan uji materiil terhadap UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat support minimal bagi calon kepala wilayah jalur independen alias perseorangan.

Para pemohon itu adalah pengamat, Ahmad Farisi; Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Fahrur Rozi; dan Advokat, Abdul Hakim.

Pada intinya, pemohon mau calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, dan calon walikota/wakil walikota jika memenuhi syarat support dari organisasi masyarakat (ormas).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Permohonan ini tercatat dengan Perkara Nomor 43/PUU-XXII/2024. Mereka menguji Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e dan Pasal 41 ayat (2) huruf a, b, c, d, e UU Pilkada.

Abdul mengatakan dengan diberlakukannya norma pada pasal itu, menjadi susah bagi pemohon untuk mendapatkan calon alternatif. Sebab, seluruh calon nan maju pada kontestasi pilkada ini didominasi oleh calon nan diusulkan partai politik.

Hal itu dinilai bertentangan dengan UUD 1945 lantaran melanggar moralitas dan kewenangan konstitusional untuk mendapat kedudukan nan sama, kepastian hukum, dan kemudahan dalam mengakses kewenangan nan diatur dalam undang-undang.

Lalu, Fahrur sempat menyinggung pemerintah nan memberikan izin kepada ormas untuk mengelola tambang di Indonesia melalui PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 soal Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

"Maka dengan itu nan Mulia, perihal ini menjadi semacam metodologi komparatif alias analogis di mana organisasi kemasyarakatan itu diakui keberadaannya. Dan sangat mungkin untuk mengusung calon perseorangan sebagai pengganti dari partai politik," kata Fahrur dalam sidang pemeriksaan pembukaan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/7).

Selanjutnya, Ahmad menyoroti Putusan Nomor 5/PUU-V/2007. Ia menyebut Mahkamah beranggapan syarat support bagi calon kepala wilayah perseorangan tidak boleh lebih berat dari syarat support nan kudu dipenuhi calon nan diajukan partai politik.

Ahmad menilai nan dimaksud dengan "tidak boleh lebih berat" dalam putusan itu bukan hanya pada besaran angkanya, tetapi juga pada keahlian calon perseorangan untuk mengakses persyaratan nan dibuat oleh kreator undang-undang.

Lalu, pemohon pun meminta agar syarat support bagi calon kepala wilayah perseorangan nan tercantum dalam pasal nan diuji itu diganti dengan support dari organisasi masyarakat alias perkumpulan masyarakat nan tercacat dan terverifikasi.

Ahmad mengatakan syarat support organisasi masyarakat bagi calon gubernur perseorangan minimal kudu berjumlah 5 dari masing-masing kabupaten. Angka itu merujuk pada syarat minimal pembentukan wilayah provinsi menurut Pasal 35 ayat (4) huruf a UU 23/2014, ialah minimal kudu terdiri dari wilayah 5 kabupaten/kota.

Ia juga menyebut syarat support ormas bagi calon bupati perseorangan minimal kudu berjumlah 5 ormas dari masing-masing kecamatan dan 4 untuk calon walikota perseorangan. Angka minimal itu berasas syarat minimal pembentukan wilayah kabupaten/kota menurut Pasal 35 ayat (4) huruf b dan c UU 23/2014.

"Bahwa para pemohon menyebut syarat support di atas sebagai "persyaratan terbuka", ialah persyaratan nan pada pokoknya tidak menghilangkan persyaratan sebagai sistem pencalonan di satu sisi, namun juga tidak memberatkan dan apalagi sampai membatasi hak-hak konstitusional penduduk negara nan semestinya dipermudah sebagaimana dijamin konstitusi," kata Ahmad.

Majelis Sidang Panel nan datang pada persidangan ini adalah Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.

Guntur menilai pemohon perlu mempertegas dan memperjelas kedudukan hukumnya dalam upaya pengajuan diri sebagai kepala wilayah baik melalui jalur independen maupun jalur partai politik.

"Bagaimana mau membahas substansinya jika pintu masuk dari kerugian konstitusional nan didalilkan hanya pada ranah pemikiran saja, setidaknya kerugian nan dimaksudkan adalah potensial terjadi sehingga terlihat posisi pemohon dengan keberlakuan norma nan diujikan," jelas Guntur.

Lalu, Ridwan meminta pemohon untuk lebih menjabarkan kedudukan norma alias legal standing pada permohonan ini.

Selain itu, Daniel meminta pemohon untuk menyajikan komparasi dengan negara lain mengenai dengan pemberian ruang bagi ormas alias perkumpulan serta organisasi sosial untuk dapat mengusulkan pasangan calon kepala daerah.

"Dalam UUD 1945 jika dicermati sudah jelas dipisahkan untuk menjadi personil DPR kudu melalui parpol, dan untuk kepala wilayah awalnya hanya jalur parpol dan kemudian ada jalur independen. Sekarang para pemohon mau mengusulkan jalur lain, maka coba uraikan dalil-dalil ini secara lebih meyakinkan Mahkamah," kata Daniel.

Majelis pengadil panel pun memberikan waktu selama 14 hari kerja bagi pemohon untuk memperbaiki permohonannya.

(pop/wis)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional