TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan penduduk dari empat kelurahan di Kabupaten Penajam Paser Utara berunjuk rasa di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur pada Rabu, 22 Mei 2024. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia alias Walhi Kalimantan Timur mengungkap penyebab ratusan penduduk itu berdemo di depan instansi BPN.
Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Timur, Fathur Roziqin mengatakan demo tersebut merupakan akumulasi dari aspirasi masyarakat atas kebijakan serampangan dan sepihak nan dilakukan oleh pemerintah sejak dimulainya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Dalam tuntutannya itu, ratusan penduduk meminta pemerintah meningkatkan status lahannya menjadi kewenangan milik. Warga juga menuntut kewenangan atas tanah lahan dari penguasaan kewenangan guna upaya (HGU), serta penolakan atas pengambilalihan eks HGU oleh Bank Tanah.
"Semuanya sebenarnya bermuara pada ketidakpastian (pemerintah) atas kewenangan tanah warga," katanya saat dihubungi, Kamis, 23 Mei 2024. Salah satu indikatornya adalah saat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengeluarkan surat info nan melarang sekaligus menghentikan semua jangkauan tanah di wilayah delineasi IKN.
Bahkan surat info Kementerian ATR/BPN itu dinyatakan kebijakan nan maladministrasi oleh Ombudsman Republik Indonesia. "Makin ke sini, ketidakpastian itu kemudian diwujudkan sebagai tindakan sepihak oleh otoritas dan sejumlah pihak penyelenggara proyek di wilayah delineasi IKN," ujar Fathur.
Tidak hanya perampasan kewenangan tanah warga, sejak proyek pembangunan IKN ini dimulai, dia mengatakan adanya upaya penggusuran oleh pemerintah secara sepihak. Bahkan tidak ada upaya negosiasi dengan penduduk selaku pemilik tanah tersebut.
Warga nan dipaksa meninggalkan tanah dan bangunannya hanya diberikan pengumuman secara tiba-tiba untuk mengosongkan tempat tersebut. "Ini kan ancamannya semakin kelihatan. Kami menilai ini bentuk-bentuk perampasan tanah nan dilegalkan negara," ucapnya.
Ia menilai bahwa tindakan sepihak dan serampangan terhadap penduduk atas kewenangan tanahnya sendiri menunjukkan sifat original pemerintah. Ia mengungkapkan, bahwa pemerintah sejatinya tidak berpihak kepada rakyatnya.
Iklan
"(Pemerintah) menunjukkan bahwa IKN bukan untuk masyarakat. Memang diperuntukkan sebagaimana nan mereka sering banggakan, ialah melancarkan investasi," katanya. Tak jarang penduduk nan berupaya mempertahankan kewenangan tanahnya justru dikriminalisasi.
Ia menyebut kejadian ketika sejumlah penduduk dituduh oleh perusahaan swasta telah menyerobot lahan perusahaan. Padahal, tanah nan dibangun pabrik perusahaan itu sejatinya milik penduduk setempat.
Contoh kasus lain, ketika penduduk nan tinggal di wilayah tempat dibangunnya Bandara VVIP IKN diusir dengan dalih reforma agraria nan berujung penangkapan sembilan petani. Padahal, kata Fathur, semestinya dalih skema reforma agraria itu mewajibkan pemerintah alias Bank Tanah memberikan kompensasi alias relokasi terhadap penduduk nan tergusur lantaran pembangunan Bandara VVIP.
"Nah, itulah satu peristiwa nan justru menjadi akumulasi dari demo kemarin," ucapnya. Ia menyatakan, bahwa tindakan demo oleh ratusan penduduk ini bagian dari upaya mempertahankan kewenangan atas tanahnya.
Namun, dia menyayangkan sikap pemerintah nan seolah melabeli penduduk tersebut sebagai penentang kebijakan dan menolak pembangunan IKN. "Sama pemerintah logikanya di kembali menjadi begitu. Orang hanya mempertahankan kewenangan atas tanahnya di kampung sendiri, di tanahnya sendiri," ujar Fathur.
Pilihan Editor: 200 Ha Lahan di Tangerang Masuk Plotting Proyek Strategis Nasional PIK 2, 100 Ha di Antaranya, Kawasan Lahan Perhutani dan KKP