TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik keras keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan nan tetap menunda penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam bungkusan (MBDK) dan plastik hingga tahun 2025.
YLKI menilai penundaan dari tahun 2020 sampai 2023 ini tak sejalan dengan urgensi masalah kesehatan dan lingkungan masyarakat Indonesia. Data terbaru Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan prevalensi glukosuria pada usia 15 tahun keatas meningkat 11 persen dari sebelumya 10.9 persen.
“Cukai terhadap MBDK semestinya tidak lagi menjadi wacana, tetapi kudu segera diimplementasikan demi melindungi generasi muda dari akibat penyakit nan serius,” kata Pelaksana Tugas Ketua Harian YLKI Indah Suksmaningsih melalui keterangan tertulis, Kamis, 13 Juni 2024.
Ia mengatakan, berasas hasil survei nan dilakukan YLKI di 10 kota di Indonesia, sebanyak 25,9 persen anak berumur kurang dari 17 tahun mengonsumsi MBDK setiap hari dan sebanyak 31,6 persen mengonsumsi MBDK 2-6 kali dalam seminggu.
“Anak-anak adalah konsumen nan rentan dan sering menjadi sasaran utama pemasaran produk minuman berpemanis. Penundaan kebijakan cukai ini berfaedah anak-anak bakal terus terpapar pada produk nan berisiko tinggi terhadap kesehatan mereka. Tanpa adanya intervensi kebijakan nan tegas, mereka bakal menjadi korban berikutnya dari kebijakan nan lambat diterapkan,” katanya.
Data SKI 2023 menunjukkan bahwa sebanyak 59,1 persen penyebab disabilitas (melihat, mendengar, berjalan) pada masyarakat berumur 15 tahun ke atas adalah penyakit nan didapat, di mana 53,5 persen penyakit tersebut adalah Penyakit Tidak Menular, terutama hipertensi (22,2 persen) dan glukosuria (10,5 persen).
Indah menduga penundaan ini tak terlepas adanya intervensi dari industri MBDK, nan sejak awal memang menolak cukai MBDK. Menurut dia, pemerintah tampaknya telah kalah menghadapi tekanan nan diberikan oleh industri MBDK, sehingga perlu menyelesaikan pembahasan dan merealisasikan kebijakan ini tanpa menunggu hingga tahun 2025.
“Kami minta pemerintah menunjukkan komitmennya dalam melindungi kesehatan masyarakat terutama untuk mempersiapkan generasi emas 2045 dengan tak lagi menunda kebijakan nan sudah sangat mendesak ini,” ujarnya.
Iklan
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengungkapkan, izin pungutan cukai MBDK dan plastik belum rampung dibahas. Merujuk pada rencana sebelumnya, kebijakan cukai untuk produk ini bakal bertindak pada tahun 2024 dan telah masuk dalam komponen penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024.
“Kebijakan mengenai ekstensifikasi cukai tersebut tetap didiskusikan di internal pemerintah," kata Askolani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Senayan pada Selasa, 19 Maret 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, cukai MBDK merupakan patokan nan kompleks. Pasalnya, undang-undang mengenai kesehatan menyaratkan bahwa masalah cukai MBDK masuk di undang-undang kesehatan. Nantinya, bakal ada pembahasan antarkementerian alias lembaga seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian. Tepatnya pembahasan soal kadar gula nan dianggap sehat oleh Kementerian Kesehatan versus industri.
"Jadi, ini makanya memang sudah mulai muncul beragam reaksi, lantaran adanya pembahasan antarkementerian dan lembaga. Tapi sebetulnya dari sisi kami sebagai nan kudu melaksanakan, kami juga perlu untuk konsultasi," kata Sri Mulyani.
BAGUS PRIBADI | ANNISA FEBIOLA
Pilihan Editor: Penerapan KRIS Berpotensi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan Kelas 3, Anggota Komisi IX DPR: Bakal Timbul Kegaduhan