TEMPO.CO, Jakarta - Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit Pendidikan yang diremiskan Presiden Jokowi pada Senin, 6 Mei 2024, merupakan kebijakan strategis untuk mengatasi kekurangan tenaga medis tersebut.
Kebijakan nan merujuk pada Pasal 137 Undang-Undang Nomor 17 / 2023 tentang Kesehatan itu diharapkan bisa mengakselerasi pemenuhan 29.179 master ahli mulai tahun ini.
Indonesia dengan jumlah masyarakat berkisar 275 juta lebih memang kudu mengatasi ketertinggalan rasio pekerjaan master umum hingga menyentuh 1 per 1.000 masyarakat dan master ahli 0,28 per 1.000 penduduk.
"Rasio master berbanding masyarakat kita, saya juga kaget, saya tadi pagi baru baca, 0,47 dari 1.000 (penduduk)," kata Presiden Jokowi pada awal pekan ini.
Rasio itu menempatkan Indonesia di ranking ke-147 bumi dalam upaya pemenuhan master dan master spesialis. Bahkan di ASEAN, RI berada di urutan tiga terbawah.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan jumlah master umum di Indonesia baru 156.310 master dari rata-rata sekitar 12.000 lulusan per tahun di 117 fakultas kedokteran (FK).
Di sisi lain, jumlah master ahli di Indonesia mencapai 49.670 orang dengan rata-rata 2.700 lulusan master ahli per tahun dari 24 fakultas kedokteran. Itu pun 59 persen di antaranya terkonsentrasi di Pulau Jawa.
PPDS berbasis rumah sakit pendidikan diharapkan menjadi pengganti pemenuhan kebutuhan master ahli di Indonesia, selain program berbasis universitas.
Oleh lantaran itu, Kemenkes diingatkan agar shopping negara nan diinvestasikan untuk perangkat kesehatan canggih berbobot triliunan rupiah itu jangan sampai mubazir lantaran ketiadaan operator dari kalangan master dan master spesialis.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut program shopping pengadaan perangkat kesehatan berjangka waktu 4-5 tahun ke depan di Kemenkes RI mencapai Rp60 triliun nan diperoleh dari pinjaman empat lembaga perbankan dunia, yakni World Bank, Asian Development Bank (ADB), Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), dan ISDB (Islamic Development Bank).
Belanja perangkat kesehatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan penanggulangan lima penyakit utama, ialah kanker, jantung, stroke, uronefrologi, serta kesehatan ibu dan anak (KIA).
PPDS untuk 6 Spesialisasi
Mengawali bergulirnya PPDS berbasis rumah sakit pendidikan di Indonesia, terdapat enam program studi kedokteran ahli di enam rumah sakit penyelenggara pendidikan utama, ialah ahli mata, jantung dan pembuluh darah, kesehatan anak, ortopedi, dan onkologi radiasi, juga neurologi.
Kemenkes memfasilitasi 38 peserta program pada enam program kedokteran spesialis, di antaranya di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dengan program studi jantung enam kuota, dan RS Anak dan Bunda Harapan Kita program studi anak enam kuota.
Kemenkes RI juga membuka program studi ortopedi dan traumatologi sebanyak 10 kuota di RS Ortopedi Soeharso. Sisanya, menyusul di RS Mata Cicendo lima kuota, program studi saraf di RS Pusat Otak Nasional lima kuota, dan RS Kanker Dharmais program studi onkologi radiasi enam kuota.
Adapun persyaratan pada gelombang I meliputi piagam dan sertifikat, izin praktik berupa surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP) nan telah berlalu minimal 1 tahun, referensi dari tiga supervisor di tempat praktik sebelumnya, serta persyaratan umum untuk bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia.
Iklan
Bagi calon peserta nan diterima, residen mengembangkan pengetahuan spesialisasi dengan bekerja langsung dalam pengarahan master ahli senior di rumah sakit pendidikan setempat.
Residen bakal meneken perjanjian dengan rumah sakit dan bakal diperlakukan sebagai pegawai rumah sakit. Selama masa pendidikan, pihak penyelenggara menggratiskan seluruh biaya pendidikan. Residen diperlakukan layaknya pekerja magang di rumah sakit, berkuasa atas insentif, perlindungan asuransi kesehatan, hingga perlindungan hukum.
Pada tahap pengembangan PPDS berbasis rumah sakit pendidikan selanjutnya, Kemenkes melibatkan rumah sakit swasta untuk memfasilitasi program studi jasa prioritas. Artinya, tempat pendidikan tidak hanya dibatasi pada rumah sakit Pemerintah.
PPDS berbasis rumah sakit pendidikan diyakini oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bakal bisa mengatasi masalah utama nan belum terselesaikan selama 79 tahun, ialah pengedaran master nan tidak merata.
Saat ini, dengan hanya 2.700 lulusan per tahun, butuh lebih dari 10 tahun untuk memenuhi kebutuhan master spesialis. Dengan hospital based bisa mempercepat pemenuhan master ahli dari 10 tahun menjadi sekitar 5 tahun.
Berstandar internasional
Mencuat sorotan pendidikan master ahli berbasis rumah sakit dikhawatirkan sejumlah kalangan dapat menyebabkan lahirnya tenaga kesehatan di bawah standar, sehingga berisiko merugikan masyarakat.
Menkes menegaskan bahwa residen bukanlah mahasiswa kedokteran biasa. Mereka merupakan master nan telah memenuhi standar kompetensi sesuai dengan tingkat tahun pendidikannya.
Dari sisi kualitas, kata Budi Gunadi, master ahli lulusan program berbasis rumah sakit dijamin mempunyai kesetaraan dengan master ahli lulusan program pendidikan di dunia.
Untuk menjamin standar mutu tersebut, Kemenkes melibatkan seluruh kolegium di Indonesia dan luar negeri, serta Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME).
ACGME merupakan organisasi legalisasi nan menetapkan standar pendidikan rumah sakit di Amerika Serikat. Kolegium tersebut telah menyertifikasi rumah sakit pendidikan terkemuka seperti Mayo Clinic dan Johns Hopkins Hospital.
Akselerasi produksi master dan master ahli di Indonesia merupakan kebutuhan mendesak nan kudu segera direalisasikan jelang bingkisan demografi pada 10 -- 15 tahun mendatang, saat 68 persen masyarakat Indonesia berada pada usia produktif.
Oleh lantaran itu, program mencetak lebih banyak lagi master dan master ahli nan saat ini mulai bergulir menjadi kunci dalam mengatasi kekurangan dan belum meratanya tenaga medis tersebut di negeri ini.
ANTARA
Pilihan Editor Warga Cina Diduga Menambang Emas Secara Ilegal, Ini Modusnya