Aturan Pengamanan Produk Tembakau Dinilai Bisa Picu PHK Massal

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM – SPSI) Sudarto AS menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. 

Hal ini dikarenakan industri hasil tembakau (IHT) merupakan salah satu industri nan bisa menyerap lebih dari 6 juta pekerja sehingga hadirnya izin nan berpotensi merugikan industri ini bakal berakibat pada jutaan pekerjanya. Hal ini disampaikan dalam Konferensi Pers mengenai PP  28/2024 dan RPMK tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik nan diselenggarakan pada Rabu, 11 September 2024.

“Ada sekitar 6 juta pekerja nan hidup dari industri hasil tembakau. Anggaplah dari 6 juta itu, masing-masing mempunyai 2 anak, maka sudah 24 juta orang nan berjuntai pada sektor ini”, ujarnya.

Menurut Sudarto, meski penegakan PP ini menyasar pada pengedaran hasil tembakau, tapi dampaknya tidak hanya bakal dirasakan para pelaku upaya saja, melainkan meluas pada pekerja hingga petani tembakau.

“Memang patokan dalam PP Kesehatan ini menyasar pada hilir. Namun, jika penjualan turun, industri bakal turun, tenaga kerja juga bakal turun”, lanjutnya.

Sejalan dengan pernyataan Sudarto, Franky Sibarani, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), juga menyatakan keberatannya bakal pengesahan PP ini. Menurutnya, PP Kesehatan dan turunannya ini dapat berakibat lebih besar dari pada saat Pandemi Covid-19.

Iklan

“Kalau pas Covid-19 pendapatan kita turun, tapi di beragam perusahaan mungkin tetap bisa mengatur sheet-nya, alias mengatur dengan bekerja dari rumah. Pendapatan memang berkurang, ada juga PHK, tapi jika ini tidak. Industrinya nan dihentikan”, keluhnya.

Dalam konvensi tersebut, Apindo berbareng 20 asosiasi lintas sektor lainnya menolak pasal-pasal dalam PP Kesehatan dan RPMK nan dikhawatirkan bakal memberikan akibat destruktif pada industri hasil tembakau. Ketentuan nan dimaksud tersebut berangkaian dengan standarisasi bungkusan polos nan menghilangkan identitas merek produk tembakau, pemberlakuan pemisah tar dan nikotin pada produk tembakau, serta pemberlakuan larangan zonasi penjualan produk tembakau dalam radius tertentu. 

Selain itu, mereka juga mendorong adanya partisipasi langsung dari pihak-pihak nan berpotensi terdampak dalam perumusan kebijakan ini. Hal ini bermaksud agar kebijakan nan diambil dapat merangkul dan menjamin kesejahteraan semua masyarakat, termasuk pelaku industri hasil tembakau dan industri mengenai lainnya.

“Kami tidak anti dengan regulasi, tapi izin juga tidak boleh mengganggu kepastian pekerjaan dan kepastian berpenghasilan lantaran itu bagian dari kewenangan pekerja sebagai penduduk negara nan kudu dilindungi”, tutup Sudarto.

Pilihan Editor: Budi Arie soal Jet Pribadi nan Digunakan Kaesang: Erina Lagi Hamil, Gak Boleh Naik Angkutan Umum

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis