TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) angkat bicara menanggapi keputusan pembatalan rencana investasi pemurnian nikel oleh BASF dan Eramet pada Proyek Sonic Bay di Maluku Utara. BKPM percaya perihal tersebut tak bakal menurunkan minat penanammodal asing untuk menanamkan modalnya pada sektor hilirisasi di Indonesia.
”Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini. Namun pada perjalanannya, perusahaan beranjak fokus, sehingga pada akhirnya mengeluarkan keputusan upaya membatalkan rencana investasi proyek Sonic Bay ini,” kata Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi Nurul Ichwan dalam keterangan tertulis pada Kamis, 27 Juni 2024.
Nurul mengatakan, bahwa pemerintah sudah mengetahui dua perusahaan asal Jerman dan Prancis itu mundur dari pernyataan resmi nan dikeluarkan BASF pada Senin, 24 Juni lalu. Menurut dia, BASF dan Eramet telah mempunyai legalitas upaya atas nama PT Eramet Halmahera Nikel (PT EHN) untuk mengembangkan proyek Sonic Bay senilai USD 2,6 miliar di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara.
Dia menjelaskan, proyek ini berupa pembangunan pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) nan menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP). Nurul mengatakan, keputusan BASF dan Eramet membatalkan investasinya adalah keputusan upaya nan diperoleh setelah melakukan beragam evaluasi.
Menurut anak buah Menteri Bahlil Lahadalia ini, keputusan BASF dan Eramet tidak meneruskan rencana investasi didasarkan pada pertimbangan bakal perubahan kondisi pasar nikel nan signifikan. Khususnya pada pilihan nikel nan menjadi suplai bahan baku baterai kendaraan listrik. "Sehingga, BASF memutuskan bahwa tidak ada lagi kebutuhan melakukan investasi suplai material baterai kendaraan listrik," tutur dia.
Iklan
Nurul menyatakan minat penanammodal asing di sektor hilirisasi tetap tinggi. Bahkan beberapa proyek investasi di sektor tersebut telah mencapai tahap realisasi. Dia mencontohkan, proyek smelter tembaga terbesar di bumi milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur. Proyek itu disebut telah beraksi mulai 27 Juni 2024.
Bukti lainnya, kata dia, produksi massal baterai kendaraan listrik pertama di Indonesia bakal dimulai oleh PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power di Karawang, Jawa Barat, pada Juli mendatang. Proyek ini bakal diresmikan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
"Kami melihat hilirisasi ekosistem baterai kendaraan listrik tetap sangat potensial dikembangkan di Indonesia. Apalagi, baru-baru saja Indonesia mendapat ranking 27 pada World Competitiveness Ranking (WCR) 2024. Top 3 terbaik di wilayah ASEAN,” ucap dia.
Pilihan Editor: Bahlil Kesal lantaran Anggaran BKPM Disunat, Ini Jawaban Menteri PPN Suharso