TEMPO.CO, Jakarta - Kurator kepailitan PT Sri Rejeki Isman alias Sritex dan tiga anak usahanya yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, mulai mengumpulkan para kreditor perusahaan tekstil itu untuk memperkenalkan diri serta menyampaikan tugas-tugas nan bakal mereka lakukan.
Salah seorang kurator PT Sritex, Denny Ardiansyah, dalam pertemuan pertama dengan para kreditor di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu, 13 November 2024, mengatakan, rapat pertama baru sebatas memperkenalkan diri berbareng pengadil pengawas dari PN Semarang.
Rapat perdana tersebut, kata dia, nantinya bakal dilanjutkan dengan langkah-langkah teknis berikutnya.
Menurut dia, hingga saat ini baru ada sembilan kreditor nan sudah tercatat oleh kurator dengan nilai tagihan mencapai Rp600 miliar. "Paling besar pajak, nilainya mencapai Rp500 miliar," katanya dan menambahkan, tagihan dari kreditor lain tetap belum disampaikan seluruhnya.
Ia memastikan kurator bakal bekerja hati-hati untuk melindungi kreditor, debitor, maupun tenaga kerja Sritex "Jangan sampai langkah nan dilakukan kurator justru blunder alias mengakibatkan kerugian," katanya.
Berkaitan dengan tenaga kerja Sritex, lanjut dia, kurator hingga saat ini belum memperoleh info komplit dari debitor.
Pemerintah, lanjut dia, memberi atensi dan support kepada kurator dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang Kepailitan.
Sebelumnya, Pengadilan Niaga Semarang memutus pailit PT Sritex dan tiga anak perusahaannya setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditor perusahaan tekstil tersebut, ialah PT Indo Bharat Rayon, nan mengusulkan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian atas kesepakatan penundaan tanggungjawab pembayaran utang pada 2022.Sritex Rumahkan 2.500 Karyawan
PT Sritex merumahkan 2.500 pekerja, namun perusahaan menyatakan mereka bukan di-PHK.
"Sritex tidak melakukan PHK dalam status kepailitan ini. Tetapi, Sritex telah meliburkan sekitar 2.500 tenaga kerja ," ujar Direktur Utama PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto dalam bertemu pers nan digelar di Jakarta, Rabu.
Iwan menjelaskan tenaga kerja nan diliburkan lantaran adanya persoalan mengenai pasokan bahan baku nan tersendat. Ia juga mengatakan bahwa pekerja nan diliburkan tetap mendapatkan gaji.
Jumlah itu disebut Iwan bakal terus meningkat jika tidak ada keputusan dari kurator dan pengadil pengawas untuk izin keberlanjutan usaha, pasalnya kesiapan baku disebutnya hanya untuk produksi selama tiga minggu ke depan.
"Jadi, ini ada proses going concern yang kudu sigap diputuskan pengadil pengawas lantaran bakal membantu kami dalam keberlanjutan, jika itu ada kita kembali," katanya.
Kendala tersebut, kata dia, jika tidak segera diselesaikan, maka bakal menghadirkan ancaman PHK.
Manajemen Sritex, kata dia, senantiasa mengedepankan keberlangsungan upaya serta mengusahakan agar tidak ada PHK terhadap para pekerja.
Hal itu dia sampaikan, lantaran masalah lain tengah dihadapi ialah persoalan rekening bank perusahaan nan dibekukan, sehingga turut berakibat pada operasional.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan menegaskan bahwa PT Sritex tidak melakukan PHK.
"Artinya, saya mau menjawab rumor liar nan tidak bertanggung jawab ini, bahwa tidak ada PHK," kata Noel sapaan akrabnya.
Noel juga menyebut dalam waktu dekat pihaknya juga bakal mengunjungi PT Sritex untuk memastikan tidak ada PHK serta sebagai corak kehadiran negara.
"Pekerja itu butuh kepastian, kepastian hukum. Dan negara kudu hadir," katanya. Ombudsman Dukung Penyelematan Sritex Ombudsman RI meminta pemerintah mempercepat upaya pengamanan Sritex (SRIL) sebagai pelayanan publik perlindungan industri tekstil dalam negeri beserta tenaga kerjanya, setelah perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang. Dalam aktivitas fasilitasi di Kantor PT Sritex, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa, 12 November 2024, Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menyatakan pihaknya meletakkan atensi unik dalam percepatan penanganan Sritex, karena status pailit telah berakibat langsung pada pemblokiran oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai sehingga tidak ada transaksi peralatan masuk maupun keluar. "Kami mendorong pemerintah untuk melakukan beragam upaya percepatan dalam penyelesaian persoalan ini untuk mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di Sritex," ujar Yeka di Jakarta, Rabu. Menurutnya, status pailit telah berakibat pada keputusan merumahkan sementara sebanyak 2.500 tenaga kerja dan jumlah tersebut bakal terus bertambah jika izin upaya tidak segera diberikan sebagai hasil dari proses kasasi nan sedang melangkah di Mahkamah Agung (MA). Selain itu, kata dia, kesiapan bahan baku produksi Sritex nan tersisa diperkirakan bakal lenyap dalam tiga minggu ke depan, sehingga kemungkinan timbul potensi PHK besar-besaran, mengingat tidak ada lagi nan dapat dikerjakan oleh karyawan. "Jadi, diperkirakan PHK besar-besaran bakal terjadi 3 minggu ke depan," ucap dia. Yeka mengungkapkan pailitnya Sritex mengisyaratkan adanya potensi malaadministrasi dalam pelayanan publik mengingat prosedur putusan pailit nan dinilai tidak mempertimbangkan segala aspek dan asas kepentingan umum. Ia mengkhawatirkan perihal tersebut bakal menimbulkan pengaruh domino nan besar pada penyelenggaraan pelayanan publik sektor industri, perdagangan, dan ketenagakerjaan, nan secara lebih lanjut bakal membawa keterpurukan sektor itu. Untuk itu selain mempercepat pengamanan Sritex, Ombudsman juga mendesak adanya peninjauan atas kebijakan dan Undang-Undang Kepailitan, nan dinilai berpotensi menimbulkan maladministrasi di masa depan. Secara unik kepada Kementerian Perdagangan, Ombudsman meminta untuk mengambil langkah untuk mencegah impor terlarangan untuk melindungi industri dalam negeri. Pilihan Editor: SPCI Adukan CNN Indonesia ke Sudinaker Jakarta Selatan soal Dugaan Pemotongan Upah dan PHK Sepihak