Bos Rental Nekat Terjun ke Pati Bukti Lemahnya Kepercayaan pada Polisi

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Niat hati mencari mobil nan hilang, seorang bos rental mobil asal Jakarta berinisial BH, malah meregang nyawa setelah dikeroyok warga.

Aksi pengeroyokan terhadap bos persewaan mobil itu terjadi di Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah pada Kamis (6/6). Peristiwa bermulai ketika BH dan tiga orang lainnya SH (28), KB (54) serta AS (37) mencari mobil persewaan nan hilang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berbekal penelusuran GPS nan dilakukan, mobil itu ditemukan di wilayah Sukolilo. Mereka pun berangkat ke letak dan menemukan mobil nan dicari pada Kamis siang.

Berbekal kunci cadangan, mereka pun membawa mobil persewaan miliknya sendiri.

Nahas, penduduk nan tengah melintas pun memandang tindakan mereka. BH berbareng ketiga orang lainnya dikira maling. Warga lantas berteriak hingga massa berdatangan.

Keempat orang itu diamuk massa hingga babak belur. Selain itu, mobil nan dikendarai keempatnya dari Jakarta ke Pati juga lenyap dibakar massa.

Polisi nan mendapat laporan itu mengevakuasi korban dan membawanya ke rumah sakit. Pada malam harinya, BH dinyatakan meninggal dunia.

Para tersangka pada perkara ini adalah penduduk Desa Sumbersoko, Sukolilo berinisial EN (51) dan BC (37), serta pembawa mobil persewaan AG (35).

Atas perbuatannya, ketiga tersangka sekarang telah ditahan dan dijerat Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP dengan ancaman balasan 12 tahun penjara.

Tak percaya polisi

Sosiolog Universitas Gadjah Mada Sunyoto Usman menilai bos persewaan mobil memilih untuk mencari mobilnya sendiri ke Pati lantaran tidak percaya dengan keahlian kepolisian.

Menurutnya, banyak masalah nan berkaitannya dengan norma tapi tidak diselesaikan melalui lembaga peradilan lantaran ketidakpercayaan publik.

Dia juga menilai tindakan main pengadil sendiri dengan mengeroyok bos persewaan saat mengambil mobilnya, juga mengenai dengan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum, dalam perihal ini kepolisian.

"Sudah lama itu terjadi, tidak percaya itu ya. Malah kadang-kadang ada pepatah jika punya masalah, misalnya kehilangan kambing jika lapor polisi malah bisa kehilangan sapi. Jadi seperti awal tadi saya katakan, ada public distrust, nan pertama pada polisi," ujar Sunyoto kepada CNNIndonesia.com, Selasa (11/6).

Selain ketidakpercayaan publik, Sunyoto menjelaskan, ketika orang-orang bergerombol maka bakal susah dikontrol. Mereka condong tidak mengikuti norma dan merasa bebas melakukan apapun.

Namun, kata dia, kerumunan dapat dikontrol andaikan terdapat tokoh alias sosok pemimpinnya.

"Jadi nan pertama ada public distrust. nan kedua itu persoalan kerumunan tadi itu. Nah itu, orang sudah meniru tindakan-tindakan sesuai dengan nan terjadi di golongan itu," jelas dia.

Selain itu, Sunyoto menilai main pengadil sendiri juga berasosiasi dengan rendahnya kesadaran norma penduduk negara.

Tak hanya itu, dia berpandangan bahwa lemahnya kepercayaan penduduk terhadap lembaga peradilan di negara ini juga menjadi penyebab di kembali perilaku main pengadil sendiri.

"Jadi tidak hanya polisi, (tapi juga) lembaga peradilan... Penilaian masyarakat kepada lembaga peradilan itu rendah," kata dia.

Berlanjut ke laman berikutnya...


Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional