TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timbul Siregar, menilai sudah semestinya besaran iuran premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinaikkan di tahun 2025 mendatang. Apalagi, iuran tersebut memang sudah sejak empat tahun lampau tidak dilakukan penyesuaian.
“Memang iuran sudah 4 tahun ini tidak naik, kenaikan terakhir terjadi 2020,” kata Timbul ketika dihubungi via aplikasi pesan singkat, Selasa, 12 November 2024.
Ia juga mengatakan, kenaikan iuran BPJS bisa menjadi solusi dari persoalan finansial nan selama ini dialami oleh perusahaan BPJS Kesehatan. Iuran BPJS, kata Timbul, merupakan sumber pemasukan utama bagi perusahaan nan juga berkedudukan besar dalam cash flow perusahaan.
“Pendapatan utama JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah dari iuran. Jadi kenaikan iuran bakal berkedudukan utama memperbaiki cash flow DJS (Dana Jaminan Sosial) JKN,” ujar Timbul kembali.
Timbul menyebutkan, defisit sudah dialami oleh perusahaan BPJS Kesehatan sejak tahun 2023 kemarin. Pada akhir 2023, kata Timbul, penerimaan dari iuran mencapai Rp 151 triliun sementara untuk pembiayaan menghabiskan biaya Rp 158 Triliun. Untungnya, dengan adanya pendapatan investasi sebesar Rp 7 Triliun ditambah pendapatan denda dan pajak rokok, perusahaan malah mengalami surplus sekitar 100 miliar.
Namun, perihal tersebut tidak bisa diulangi di tahun 2024 ini. Timbul menyebut per September 2024, pendapatan dari iuran mencapai Rp 133 T sementara untuk pembiayaan sudah menghabiskan Rp 146 T. Hal itu menunjukkan terjadinya defisit sebesar Rp 13 T di perusahaan.
“Diperkirakan per akhir tahun 2024, defisit bisa mencapai Rp 20 T. Defisit ini bakal menggerus aset bersih nan (bernilai) Rp 57 triliun,” kata Timbul.
Oleh lantaran itu, Timbul berpandangan kenaikan iuran BPJS Kesehatan absolut diperlukan. Bila kenaikan iuran tidak dilaksanakan, defisit bisa kembali terjadi, nan mana defisit nan dialami perusahaan BPJS Kesehatan bakal berakibat langsung terhadap pelayanan ke masyarakat.
“Kalau tidak ada kenaikan iuran dan kebijakan-kebijakan lain maka pembiayaan JKN bakal defisit,” ucapnya.
Timbul menegaskan, perlu ada kehati-hatian dari pemerintah untuk menentukan besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Timbul menyebutkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sangat sensitif bagi masyarakat. Sama sensitifnya dengan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Menurut Timbul, pemerintah dan BPJS Kesehatan, juga kudu memastikan peningkatan pelayanan di akomodasi kesehatan. Dengan adanya perbaikan tersebut, kata Timbul, kenaikan iuran nan terjadi bakal terkompensasi.
Sebelumnya, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menerangkan ada kesempatan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan di tahun 2025 mendatang. Kemungkinan naik alias tidaknya iuran BPJS Kesehatan, kata Ghufron, bakal ditentukan sekitar akhir Juni alias awal Juni tahun 2025.