TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo, mengungkap Prabowo sudah mengantongi info kebocoran penerimaan negara sebesar Rp300 triliun. Laporan ini didapat dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menyatakan info tersebut berasal dari penelusuran lembaganya. “Benar itu,” ujarnya lewat aplikasi perpesanan saat dikonfirmasi Jumat, 11 Oktober 2024.
Namun Yusuf tetap enggan membeberkan rincian hasil temuan dari lembaga nan mengawasi finansial negara itu. Begitu pula dengan nilai potensi penerimaan negara nan disebut Hashim. “Nanti saja, tetap dalam proses audit,” kata dia.
Sebelumnya Hashim Djojohadikusumo mengatakan kerugian negara berasal dari masalah di industri kelapa sawit. “Ada jutaan hektare area rimba nan diokupasi liar oleh pengusaha sawit nan nakal,” ujarnya dalam aktivitas Diskusi Ekonomi Kamar Dagang dan Industri berbareng Pengusaha Internasional Senior di Menara Kadin, Senin, 7 Oktober 2024.
Adik kandung presiden terpilih tersebut membeberkan, Prabowo bakal mengejar potensi penerimaan tersebut untuk tambahan anggaran negara. Khususnya untuk membantu pembiayaan beberapa program unggulan seperti pembangunan sekolah dan makan bergizi gratis.
Tudingan itu direspons oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, mengaku tidak mengetahui potensi kerugian dimaksud. Namun dia menduga mengenai dengan tata kelola sawit di area rimba nan diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja alias UU No 6 tahun 2023.
Iklan
Setelah UU terbit, pemerintah membentuk Tim Satuan Tugas untuk menangani tata kelola industri kelapa sawit khususnya nan berada di area hutan. Sesuai pasal 110A UU Cipta Kerja, pengusaha nan belum memenuhi persyaratan izin wajib menyelesaikan sebelum 2 November 2023. Jika tidak, maka bakal mendapat denda administratif alias pencabutan perizinan.
Sementara pasal 110B mengatur tentang pelanggaran nan dilakukan oleh pengusaha di area hutan. Dia menduga masalah persyaratan itulah nan disebut Hashim sebagai potensi penerimaan negara nan hilang. "Mungkin ini nan dianggap mengemplang padahal sebenarnya tidak seperti itu lantaran semua susah masuk dalam pantauan Satgas Tata Kelola Sawit," ujarnya.
Oyuk Ivani berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan Editor: Ekonom Senior INDEF Ungkap Jurus Tambah Penerimaan Negara, dari Pajak Ekonomi Digital hingga Transaksi Daring