Cukai Minuman Berpemanis untuk Kurangi Ancaman Diabet Tergantung Prabowo

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR sepakat soal tarif cukai minuman berpemanis dalam bungkusan (MBDK) pada 2025 sebesar 2,5 persen. Sejumlah lembaga non-pemerintah mengkritisi keputusan tersebut lantaran minuman berpemanis menyebabkan glukosuria terutama pada anak.

Namun menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani, kesepakatan Kemenkeu dan DPR itu tidak mengikat lantaran usulan tersebut hanya sebagai rekomendasi. Keputusan besaran cukai  diserahkan kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

“Itu rekomendasi saja. Tapi kelak tergantung pemerintah tahun depan,” katanya di Jakarta, Selasa, 10 September 2024. 

Meski begitu, dia menyebut beragam aspek bakal dipertimbangkan dalam menentukan tarif cukai MBDK, tergantung kondisi pada tahun depan. “Itu kelak kita lihat, sangat tergantung kondisi tahun depan,” katanya.

Ketua Riset dan Kebijakan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Olivia Herlinda menilai besaran tarif cukai 2,5 persen terlalu rendah sehingga bakal sangat mini dampaknya terhadap penurunan konsumsi minuman berpemanis.

"Prinsip kebijakan cukai itu semestinya nan cukup efektif untuk bisa mempengaruhi dan mengatur konsumsi masyarakat bakal produk nan bruuk untuk kesehatan,” katanya seperti dikutip Koran Tempo jenis 14 September 2024.

CISDI mendorong pemerintah mengenakan tarif cukai minuman berpemanis minimal 20 persen. Berdasarkan studi nan dilakukan CISDI, cukai minuman berpemanis dalam bungkusan nan setara dengan kenaikan nilai jual sebesar 20 persen dapat mendorong penurunan konsumsi hingga 17,5 persen. Selain itu, kebijakan dapat mencegah 756.103 kasus obesitas dalam satu tahun, mencegah kasus baru glukosuria melitus jenis 2 dan mencegah 455.310 kematian dalam 10 tahun.

Iklan

Studi CISDI juga memperkirakan pemberlakuan cukai minimal 20 persen dapat mengurangi 268.080 disability-adjusted life atau kehilangan kehidupan sehat akibat kematian awal alias cacat. Tidak hanya berakibat signifikan pada kesehatan, CISDI memproyeksikan kebijakan tersebut dapat membantu negara menghemat beban ekonomi langsung dan tidak langsung akibat glukosuria melitus tingkat 2 hingga Rp40,6 triliun.

Survei nan dilakukan YLKI di 10 kota di Indonesia pada 2023 menunjukkan bahwa 58 persen responden menilai positif atas rencana pengenaan cukai MBDK. “Artinya, masyarakat memahami urgensipenerapan cukai paa MBDK,” kata Pengurus Harian YLKI Agus Sujatno kepada Koran Tempo.

Di negara lain, cukai minuman berpemanis memberi faedah besar. Contohnya di Meksiko nan menerapkan cukai 1 peso (sekitar Rp800) per liter alias sekitar 10 persen dari nilai sejak Januari 2014, membikin nilai minuman berpemanis naik 1 peso. Dampaknya, penjualannya secara nasional turun 6-8 persen.

Pemerintah Meksiko mencatat cukai minuman berpemanis menghasilkan sekitar 1,2 miliar dolar AS pada tahun pertama penerapannya. Dana tersebut dipakai untuk program mengatasi glukosuria dan investasi keran air siap minum di sekolah-sekolah.

Rencana penerapan cukai minuman berpemanis dalam bungkusan di Indonesia bergulir sejak 2017. Kebijakan ini sempat muncul dalam APNB 2022, tapi kandas diterapkan. Rencana itu mencuat kembali pada 2023 dan sempat masuk pada RAPBN 2024 sebesar Rp3,08 triliun, tapi patokan itu kembali tidak direalisasikan.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis