Deflasi Lima Bulan Beruntun, Kilas Balik Peristiwa Deflasi Terparah yang Pernah Terjadi di Indonesia

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa perekonomian Indonesia mengalami deflasi lima bulan beruntun, terakhir sebesar 0,12 persen secara bulanan pada September 2024.

Dalam Berita Resmi Statistik nan dipaparkan hari ini, disebutkan bahwa deflasi telah berjalan selama lima bulan berturut-turut sejak Mei lalu.

Menurut Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), kondisi ini dianggap mengkhawatirkan lantaran menunjukkan kemiripan dengan situasi krisis, terutama dengan deflasi nan terjadi secara berturut-turut selama lima bulan.

Deflasi, sebuah kondisi di mana nilai peralatan dan jasa menurun secara signifikan, pernah menghantam Indonesia dengan keras dalam beberapa periode krusial sejarahnya. Salah satu periode deflasi terparah di Indonesia terjadi selama krisis ekonomi besar nan dikenal sebagai Depresi Besar pada tahun 1930-an, serta selama krisis moneter Asia pada tahun 1997-1998. 

Pada masa Depresi Besar, Indonesia nan saat itu tetap berada di bawah kolonialisme Belanda mengalami penurunan aktivitas ekonomi secara global. Depresi nan melanda sebagian besar negara di bumi juga memengaruhi perdagangan internasional dan nilai komoditas nan menjadi jagoan ekspor Indonesia, seperti gula, kopi, dan karet. Ketika harga-harga komoditas dunia merosot, ekonomi Indonesia ikut terpuruk. Dampaknya tidak hanya terasa di sektor perdagangan, tetapi juga pada perekonomian domestik. Harga barang-barang turun drastis, memicu deflasi nan merata di beragam sektor ekonomi.

Namun, deflasi nan paling dikenal oleh masyarakat modern Indonesia terjadi selama krisis moneter Asia pada tahun 1997-1998. Krisis ini berasal dari gejolak ekonomi di Thailand, nan kemudian merembet ke negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk Indonesia. Ketika krisis ini mencapai puncaknya di Indonesia, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi tajam, mencapai titik terendah sepanjang sejarah.

Pada masa-masa awal krisis moneter, permintaan konsumen menurun secara signifikan akibat ketidakpastian ekonomi nan melanda negara. Hal ini menyebabkan bumi upaya mengalami kesulitan besar, lantaran produksi peralatan melampaui permintaan, sehingga banyak perusahaan terpaksa menurunkan nilai untuk menghabiskan stok nan ada.

Fenomena ini terjadi di beragam sektor, dari bahan pokok hingga produk non-essensial. Deflasi ini menambah beban ekonomi lantaran meski nilai peralatan menurun, daya beli masyarakat justru semakin menurun akibat pengangguran dan inflasi nan terjadi setelahnya.

Deflasi selama krisis 1997-1998 juga diperburuk oleh ketidakstabilan politik nan menyertai krisis ekonomi. Pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto nan telah berkuasa selama lebih dari tiga dekade, runtuh. Krisis politik ini memperburuk kondisi masyarakat nan sudah terdampak oleh deflasi dan depresiasi nilai tukar rupiah.

Akibat dari deflasi ini sangat merusak perekonomian Indonesia. Banyak perusahaan mengalami kebangkrutan lantaran tidak bisa menahan penurunan nilai nan drastis, sementara banyak pekerja dipecat alias dirumahkan. Pengangguran meroket, dan nomor kemiskinan melonjak secara signifikan. Dunia upaya mengalami stagnasi, dan sektor perbankan terperosok ke dalam krisis nan lebih dalam. Pada akhirnya, Indonesia kudu meminta support dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menstabilkan ekonominya, meskipun langkah-langkah nan diambil saat itu juga memicu kontroversi.

Meski Indonesia telah pulih dari krisis dan deflasi tersebut, peristiwa ini menjadi pelajaran krusial mengenai sungguh rapuhnya ekonomi suatu negara ketika dihadapkan pada krisis besar. Inflasi dan deflasi keduanya dapat menjadi ancaman bagi stabilitas ekonomi dan sosial, terutama jika tidak ditangani dengan kebijakan ekonomi nan tepat dan support politik nan kuat. Deflasi lima bulan beruntun tentu banget diwaspadai, bukan disambut dengan gembira.

ANANDA RIDHO SULISTYA | MYESHA FATINA RACHMAN | IDRIS BOUFAKAR | ILONA ESTHERINA
Pilihan editor: Lebih Jauh Soal Deflasi: Berapa Persen nan Tergolong Masih Aman?

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis