TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) berkukuh agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merevisi kebijakan tarif pemisah atas alias TBA tiket pesawat. Sebab, dalam waktu dekat ini Kemenhub berencana merubah besaran TBA nan mempengaruhi nilai tiket pesawat.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan revisi TBA kudu dilakukan lantaran besarannya belum berubah sejak 2019. "Walaupun kami tahu enggak mudah, tapi bakal tetap kami sampaikan kondisi nyatanya saja bahwa semua (harga) naik," ucapnya di Gedung Manajemen Garuda Indonesia, Tangerang, Rabu, 22 Mei 2024.
Ia tak menampik kenaikan TBA tiket pesawat berpotensi menuai protes dari masyarakat. Namun, dia mengimbau kepada masyarakat agar tidak membandingkan nilai tiket penerbangan domestik dengan penerbangan internasional.
Apalagi membandingkan dengan pelayanan, sehingga mereka menyimpulkan nilai tiket pesawat mahal. Bagi masyarakat nan berpikir demikian, Irfan menjelaskan bahwa pesawat bukan moda transportasi utama, melainkan memang digunakan oleh kalangan tertentu nan terkadang juga mempunyai kepentingan tertentu.
Ia berambisi masyarakat dapat memahami jika pesawat memerlukan ongkos nan mahal. "30 persen dari cost biaya kita tuh avtur. 30 persen sewa. 20 sampai 30 persen maintenance. Mau dibikin maintenance 0? bisa," ucapnya.
Irfan menegaskan perusahaaan perlu memastikan hitungan tersebut. Jika terjadi kerusakan, pesawat tidak bakal bisa terbang. Sementara agenda penerbangan kudu tetap terlaksana.
Iklan
Pengoperasian pesawat, kata dia, tidak bisa langsung bertanggung jawab dengan hanya mengucap maaf. Lalu, menyuruh penumpang untuk mencari jalan lain ke tempat tujuan. Oleh lantaran itu, dia menegaskan bahwa upaya maskapai merupakan upaya nan mahal. "Ini upaya nan mahal dan ini upaya nan single digit," ujarnya.
Sebelumnya pada November 2023, Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) sempat mengusulkan kepada pemerintah agar meniadakan tarif pemisah atas tiket pesawat dan nantinya nilai tiket pesawat diserahkan kepada sistem pasar.
Pada saat itu, Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja mengatakan bahwa tren dan dinamika industri penerbangan saat ini tidak terlepas dari nilai avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kedua aspek eksternal tersebut susah untuk dikontrol oleh industri.
Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah nan Disorot Masyarakat