TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mewanti-wanti ketua Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan soal usulan cost sharing untuk pembiayaan. Menurutnya, usulan tersebut kudu dikaji lebih mendalam agar tidak merugikan masyarakat miskin.
“(Cost sharing) sebagai pembiayaan pelayanan umum untuk golongan masyarakat menengah ke atas, tidak untuk orang miskin,” kata Timboel ketika dihubungi via aplikasi pesan singkat, Kamis, 14 November 2024.
Cost sharing, kata Timboel, sebetulnya telah diatur dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Namun dalam izin tersebut, cost sharing disyaratkan dengan adanya moral hazard. Selain itu, cost sharing juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenker) Nomor 51 tahun 2018. “Pernah diatur di Permenkes 51 tahun 2018 tetapi tidak diimplementasikan,” ucapnya.
Menurut Timbul, jika skema cost sharing jadi diberlakukan, maka perihal tersebut bakal membantu pembiayan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal tersebut secara langsung juga bakal membantu keberlangsungan dari JKN, dalam perihal ini BPJS Kesehatan. Apalagi, konsep ini sebetulnya sudah diberlakukan di beberapa negara seperti di Thailand. “Dengan cost sharing maka pembiayaan JKN bakal terbantu dan ini pun dapat mendukung keberlanjutan program JKN,” ujar Timboel.
Cost sharing ini, kata Timboel, bisa diberlakukan pembayaran sejumlah nominal tertentu ketika pasien berjamu ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP). Selain itu, cost sharing juga bisa dilakukan dengan pembiayaan sepersekian persen dari total klaim biaya sesuai dengan Indonesia Case Based Groups (INA CBGs). Untuk metode cost sharing nan kedua, menurut Timboel, bisa dilakukan pada kunjungan pasien ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FTKL).
Timboel sendiri mengingatkan, ketika formula cost sharing diberlakukan, perlu dipastikan adanya perbaikan jasa BPJS kesehatan. Menurutnya, jika pasien dibebani biaya tambahan, maka jasa nan diberikan oleh BPJS Kesehatan juga mesti ditingkatkan sehingga para pasien bisa dilayani secara layak. “Tidak ada lagi istilahnya susah cari kamar, kudu antre, obat dikasih sebagian, disuruh pulang saat belum layak pulang, dan sebagainya,” kata Timboel.
Sebelumnya, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron, menyebut telah menyiapkan skema cost sharing untuk bisa menyelamatkan perusahaan dari defisit dan ancaman kandas bayar. Menurut Ghufron, skema cost sharing ini ditujukan untuk dapat menurunkan tingkat utilisasi alias gelombang kunjungan pasien nan selama ini semakin melonjak.
Ghufron sendiri memastikan BPJS Kesehatan tidak bakal membatasi rujukan-rujukan dari pasien nan butuh tindak lanjut ke rumah sakit alias akomodasi kesehatan nan lebih baik jika memang dibutuhkan. Ia menegaskan, tidak ada kebijakan dari BPJS Kesehatan untuk mengurangi rujukan ataupun memulangkan pasien sebelum waktunya.