TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Seluruh Indonesia (ADAKSI) menuntut pemerintah untuk segera merealisasikan pembayaran Tunjangan Kinerja alias Tukin bagi pengajar ASN nan telah tertunda sejak 2020. Tuntutan ini disampaikan dalam siaran pers resmi nan dikeluarkan pada 2 Januari 2025, nan mengkritisi kebijakan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) mengenai kewenangan tunjangan pengajar ASN nan hingga sekarang belum dipenuhi.
Dalam siaran pers tersebut, ADAKSI menyatakan bahwa pengajar ASN Kemdiktisaintek menghadapi diskriminasi nan tidak setara dibandingkan dengan pengajar ASN di kementerian lain, nan telah menerima Tukin sejak 2015. "Ironisnya, seluruh pegawai Kemdiktisaintek, selain pengajar ASN, mendapatkan Tukin. Situasi ini menunjukkan ketidakadilan nan nyata, dan kami menyerukan penghentian diskriminasi ini," kata ADAKSI.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Sikap tegas ini juga disampaikan dalam lima poin utama sikap resmi ADAKSI, nan menyatakan bahwa Tukin adalah kewenangan pengajar ASN dan kudu segera direalisasikan sesuai dengan petunjuk Permendikbud 49/2020. "Tukin bukan hanya kewenangan semata, tetapi juga corak penghargaan atas kontribusi pengajar dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Implementasi Tukin adalah langkah strategis untuk meningkatkan integritas dan profesionalisme pengajar ASN," ujar ADAKSI.
ADAKSI juga mengkritik kondisi kerja nan semakin rentan mempengaruhi integritas dosen. Banyak pengajar ASN nan berjuntai pada honor tambahan dari tugas-tugas dinas, seperti workshop dan seminar, nan sering memaksa mereka melakukan pendekatan politik praktis nan condong berkarakter nepotisme dan kolusi.
Lebih lanjut, ADAKSI mendesak Kemdiktisaintek untuk memprioritaskan penyelenggaraan Kepmen 447 sebagai solusi atas persoalan ini, termasuk pembayaran tunjangan keahlian pengajar nan telah tertunda selama lima tahun. "Pencairan TUKIN bagi pengajar ASN bakal menjadi langkah krusial dalam menciptakan ekosistem pendidikan tinggi nan sehat, produktif, dan berintegritas," kata ADAKSI.
Sebagai corak tekanan terakhir, ADAKSI mengimbau seluruh pengajar ASN Kemdiktisaintek di Indonesia untuk siap melakukan tindakan serentak jika hingga Februari 2025 belum ada realisasi pencairan TUKIN. "Kami berambisi Tuhan YME memberikan kekuatan kepada seluruh pengajar ASN Kemdiktisaintek untuk terus berjuang demi keadilan dan kewenangan nan semestinya kami terima," kata mereka.
Diketahui sebelumnya Kemdiktisaintek mengatakan tidak ada anggaran tunjangan keahlian untuk para pegawai kementerian termasuk pengajar pada 2025. Plt Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek Togar Manghut Simatupang mengatakan Menteri Diktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro menyebut pihaknya sudah mengupayakan anggaran tukin tersebut sebesar Rp2,8 triliun.
Namun, Togar menjelaskan salah satu argumen Kemendiktisaintek tidak mendapatkan anggaran Tukin adalah lantaran seringnya terjadi perubahan nomenklatur, mulai dari Distekdikti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi), Dikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), hingga akhirnya menjadi Dikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi). Padahal kata Togar, regulasinya sudah ada sejak tahun 2023.
Togar menjelaskan bahwa akibat perubahan nomenklatur, Kementerian Keuangan sempat meminta kejelasan untuk menyesuaikan nomenklatur dengan nan bertindak saat ini. Namun, Kemendiktisaintek tidak melakukan perubahan apa pun, sehingga Tukin tidak bisa dianggarkan.
"Bagaimana kita bisa menganggarkan jika nomenklaturnya itu dan kejelasan kebijakan itu tidak ada," ucap dia.
M. Rizki Yusrial berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.