TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aria Bima mengatakan telah berkomunikasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), untuk menggodok rencana revisi Undang-Undang Pertanahan. Aria mengatakan revisi itu guna mempercepat penyelesaian bentrok agraria nan kian marak terjadi di beragam daerah.
Salah satu nan sekarang ramai dibicarakan adalah konflik agraria di perumahan Setia Mekar Residen 2 Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Kasus tersebut diuraikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) nan digelar Komisi II DPR berbareng sejumlah perwakilan penduduk terdampak penggusuran.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Aria Bima mengatakan berasas kasus tersebut, dia merasa ada urgensi untuk merevisi UU Pertanahan. Menurutnya revisi tersebut tak bisa ditunda lagi. Dia menyampaikan pemerintah dan DPR kudu segera mencari solusi sistematis agar bentrok agraria dapat diselesaikan secara setara dan transparan.
“Usulan untuk membentuk pengadilan tanah menjadi sesuatu nan sangat mendesak. Dengan adanya pengadilan unik pertanahan, penyelesaian kasus agraria bisa lebih sigap dan transparan,” ujar Aria Bima saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Februari 2025.
Komisi II menilai selama ini tumpang tindih manajemen pertanahan, seperti publikasi surat tanah dobel oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), menjadi pemicu utama sengketa lahan. Oleh lantaran itu, revisi UU Pertanahan dipandang sebagai langkah krusial dalam memperbaiki sistem dan memberikan kepastian norma bagi masyarakat.
Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga telah mengusulkan kebijakan baru mengenai Hak Guna Usaha (HGU). Sesuai pengarahan Presiden Prabowo Subianto, HGU nan telah lenyap masa berlakunya namun belum mempunyai skema pembagian plasma bakal dikenai ketentuan alokasi 30 persen bagi masyarakat, baik secara perseorangan maupun melalui koperasi.
“Kami mau ada keseimbangan antara kewenangan tanah untuk pengusaha dan kewenangan tanah untuk rakyat. Undang-undangnya kudu mencerminkan keberpihakan pada masyarakat nan selama ini dirugikan akibat bentrok agraria,” kata dia.
Dalam waktu dekat, dia mengatakan Komisi II bakal mengadakan rapat kerja dengan Menteri ATR/BPN untuk membahas lebih lanjut langkah-langkah revisi UU Pertanahan. DPR juga bakal mengirim surat kepada Komisi III DPR guna meminta kejelasan norma mengenai penyegelan rumah-rumah penduduk nan terkena penggusuran di beberapa daerah.
Dengan revisi ini, DPR berambisi negara dapat lebih datang dalam melindungi hak-hak rakyat atas tanah, sekaligus menciptakan suasana investasi nan lebih kondusif tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat kecil. “Negara kudu datang dalam setiap sengketa tanah. Jangan sampai rakyat mini terus-menerus menjadi korban,” ucapnya.