DPR Bentuk Panja Respons Lonjakan Biaya Pendidikan Kampus

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi X DPR bakal membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas masalah biaya pendidikan duit kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi nan mengalami kenaikan belakangan ini.

Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf menyatakan Panja itu berfaedah untuk mengetahui apa nan jadi argumen biaya pendidikan kerap naik.

"DPR juga langsung membikin Panja biaya pendidikan. Karena kita juga mau tahu sebenarnya pembiayaan pendidikan itu seberapa dan kenapa kudu menaik," kata Dede di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (16/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dede menyampaikan nantinya Panja tersebut bakal mengulas komplit komponen biaya pendidikan, tak sebatas hanya biaya kuliah namun hingga ke taraf sekolah dasar.

Ia menyebut review terhadap komponen biaya pendidikan itu belum pernah dilakukan.

Alhasil, peserta didik dan orang tua pun tak mengetahui kemana kenaikan biaya pendidikan nan mereka bayarkan itu bakal dialokasikan.

"Apakah biaya komponen pendidikan seperti UKT itu naik dikarenakan bayar penghasilan pengajar alias mungkin duit gedung alias biaya riset. Kita belum tahu, itu nan kelak kita bakal bahas," ucapnya.

Selain bakal membentuk Panja, Dede menyampaikan Komisi X DPR bakal segera memanggil Kemendikbud membicarakan soal ini.

"Long term ini Panja, Panja bakal melalukan investigasi tentunya terhadap masalah pembiayaan pendidikan," ujar dia.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie sebelumnya telah merespons gelombang kritik mengenai UKT di perguruan tinggi nan kian mahal.

Tjitjik menyebut biaya kuliah kudu dipenuhi oleh mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu.

Tjitjik menyebut pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa digratiskan seperti di negara lain. Sebab, support operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional.

Terkait banyaknya protes soal UKT, Tjitjik pun menyinggung bahwa pendidikan tinggi adalah pendidikan tersier alias tidak wajib. Dia menegaskan pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun ialah dari SD, SMP hingga SMA.

"Dari sisi nan lain kita bisa memandang bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiery education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan," kata Tjitjik di Kantor Kemendikbud, Rabu (16/5).

"Siapa nan mau mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib," imbuhnya.

Tjitjik menjelaskan pemerintah konsentrasi untuk memprioritaskan untuk pendanaan pada pendidikan wajib 12 tahun. Perguruan tinggi tidak masuk prioritas lantaran tetap tergolong pendidikan tersier.

"Apa konsekuensinya lantaran ini adalah tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan, untuk pembiayaan wajib belajar," ujarnya.

Meski demikian, Tjitjik menyatakan pemerintah tidak lepas tangan dan tetap memberikan pendanaan melalui BOPTN. Namun, besarannya tidak bisa menutup Biaya Kuliah Tunggal (BKT), sehingga sisanya dibebankan pada setiap mahasiswa lewat UKT.

Dalam skema UKT, kata Tjitjik, mahasiswa dibebankan penghasilan luliah sesuai keahlian ekonominya. Oleh karena itu, dalam UKT terdapat beberapa golongan.

Kemendikbudristek telah menetapkan Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di PTN Kemendikbudristek.

Dalam patokan itu, golongan UKT1 sebesar Rp500 ribu dan UKT2 sebesar Rp 1 juta menjadi standar minimal nan kudu dimiliki PTN. Selebihnya, Tjitjik menyebut besaran UKT ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.

Tjitjik pun membantah saat ini ada kenaikan UKT. Menurutnya, bukan UKT nya nan naik, tetapi golongan UKT nya nan bertambah.

"Ini sebenarnya secara prinsip bukan kenaikan UKT. Tetapi penambahan golongan UKT," kata Tjitjik.

Belakangan ini mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Universitas Negeri Riau (Unri) hingga Universitas Sumatera Utara (USU) Medan melakukan protes terhadap kenaikan UKT.

Para mahasiswa Unsoed misalnya memprotes lantaran ada kenaikan duit kuliah hingga lima kali lipat. Kasus lainnya terjadi di Universitas Negeri Riau (Unri) ketika seorang mahasiswa berjulukan Khariq Anhar memprotes ketentuan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) dalam UKT nan kudu dibayar mahasiswa Unri.

(mnf/gil)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional