Dulu Dukung UU Tapera, PDIP Ungkap Alasan Kini Menolak

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

CNN Indonesia

Jumat, 07 Jun 2024 01:45 WIB

PDIP menolak rencana pemerintah memungut biaya 2,5 persen bayaran dari seluruh pekerja untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). PDIP menolak rencana pemerintah memungut biaya 2,5 persen bayaran dari seluruh pekerja untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). (CNN Indonesia/Thohirin)

Jakarta, CNN Indonesia --

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP menolak rencana pemerintah untuk memungut biaya 2,5 persen bayaran dari seluruh pekerja untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menilai pemungutan Tapera tidak tepat diberlakukan saat ini. Hasto mengatakan partainya bakal berbareng rakyat nan menolak Tapera.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Suara rakyat saat ini adalah menolak itu. Ya, partai menyatukan diri dengan bunyi rakyat," kata Hasto di sekolah partai, Kamis (6/6).

Menurut Hasto, pemerintah mestinya memandang kondisi finansial negara sebelum mengumumkan pemberlakuan Tapera. Menurut dia, masyarakat saat ini tetap dalam pemulihan setelah biaya lenyap lantaran bansos.

"Kita kan baru pemulihan ini, setelah pemilu biaya terkuras dan bansos melonjak lenyap habisan, ya dalam situasi itu recovery dulu dong. Termasuk keahlian ekonomi rakyat nan belum pulih, sehingga perihal itulah nan dikritisi oleh PDI Perjuangan," katanya.

Hasto karenanya menilai pemberlakuan Tapera saat ini kontradiktif. Sebab, di saat nan sama pemerintah justru membagi-bagikan konsesi tambang kepada ormas Islam.

"Jadi jangan sampai kontradiktif, negara mau memungut sesuatu dari rakyat. Tapi pada saat nan lain tambang dibagi-bagi, dan ada persoalan mengenai keadilan di situ. Ini nan menciptakan kontradiktif," katanya.

Hasto turut menjelaskan argumen partainya sekarang menolak Tapera, meski pada 2016 PDIP menjadi salah satu partai nan mendukung pengesahan UU Tapera. Dia menyebut pemberlakuan UU kudu menyesuaikan kondisi.

"Ya, undang-undang kudu memandang konteks ketika diimplementasikan. Jadi, memandang gimana kondisi rakyat dan perihal hal nan berkarakter wajib itu juga memandang gimana kondisi pemerintahannya," katanya.

(thr/pmg)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional