Erick Thohir Rombak Direksi Bulog, Serapan Gabah Petani Menjadi Sorotan

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE), Eliza Mardian, menyoroti langkah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir nan merombak jejeran dewan Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik alias Perum Bulog.

Selain menunjuk Wahyu Suparyono menggantikan Bayu Krisnamurthi sebagai Direktur Utama, dia menunjuk Mayor Jenderal (Purnawirawan) Marga Taufiq menjadi Wakil Direktur Utama dan Sudarsono Hardjosoekarto menjadi Direktur Human Capital menggantikan Purnomo Sinar Hadi.

“Pergantian dewan ini biasanya kerap terjadi lantaran beberapa aspek seperti habisnya masa jabatan, keahlian nan kurang memuaskan, alias adanya restrukturisasi perusahaan. Maka dari itu, diperlukan pembuatan KPI (key performance index) nan jelas dan terukur sehingga setiap tahun itu ada rapornya untuk memandang capaian-capaian,” kata dia saat dihubungi via aplikasi perpesanan, Rabu, 11 September 2024.

Ia mengatakan, KPI bakal meningkatkan transparansi dan juga kepercayaan publik terhadap BUMN. Dengan adanya penilaian itu, kata dia, kedudukan ketua BUMN ini bakal lebih setara dan terkesan bukan lantaran kedudukan politis semata.

“Bulog ini tetap belum optimal dalam menyerap gabah dalam negeri. Buktinya lebih dari 70 persen persediaan beras pemerintah itu diisi oleh impor, bukan dalam negeri,” katanya.

Eliza menuturkan, adapun beberapa penyebab Bulog tidak optimal menyerap gabah alias beras petani itu lantaran adanya izin nan mengikat perihal jenis beras nan diterima Bulog. “Sedangkan petani ini untuk mengeringkan saja tetap konvensional menggunakan sinar matahari. Kurang penerapan teknologinya, ini menyebabkan rendahnya kualitas gabah nan dihasilkan dan ini mempengaruhi kualitas patahan beras,” kata Eliza.

Eliza juga menuturkan, untuk dari sisi nilai alias HPP juga kurang adaptif terhadap perubahan biaya input pertanian dan tingkat inflasi, hasilnya petai lebih berkeinginan menjual ke bandar nan harganya bisa lebih tinggi. 

Iklan

“Petani pun kebingungan menjual ke Bulog lantaran minimnya info dan kudu mengeluarkan biaya transport. Kalau menjual ke bandar, bandarnya jemput bola. Petani tak pusing lagi mengirimkan barangnya dan tak mengeluarkan biaya ongkos ke Bulog. Gudang Bulog ini kan tak di setiap desa,” ujarnya.

Mengenai solusinya, kata dia, perihal itu disesuaikan dengan tingkat inflasinya dengan adaptif untuk menjaga margin petani. “Menurut dia, Bulog jemput bola ke petani-petani. Dalam perihal ini bisa bekerja sama dengan Pemda nan bisa memberikan subsidi pikulan dari lahan ke penyimpanan Bulog dengan demikian Bulog bisa optimal menyerap gabah,” kata dia.

Eliza menuturkan, selain itu dari kasus demurrage beras juga bisa jadi pelajaran berbobot bagi Bulog bahwa perencanaan nan matang dan koordinasi nan baik bisa dianggap penting.

“Adanya demurrage beras ini menunjukkan buruknya tata kelola impor beras. Kurangnya koordinasi antara Bapanas dengan Bulog dalam merencanakan impor serta persyaratan-persyaratan arsip pendukung,” katanya.

Menurut dia, penyebab utama demurrage beras ini lebih disebabkan lantaran arsip impor nan kurang komplit dan sudah tidak valid. “Menjadi pertanyaan besar kenapa sampai bisa terjadi perihal demikian. Perlu adanya investigasi unik untuk mengidentifikasi persoalan ini, apakah ada unsur kesengajaan alias memang lantaran keteledoran,” kata Eliza.

Pilihan Editor: Budi Arie soal Jet Pribadi nan Digunakan Kaesang: Erina Lagi Hamil, Gak Boleh Naik Angkutan Umum

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis