FITRA Dorong Pemerintah Selesaikan Persoalan Air Bersih di Kawasan Pesisir

Sedang Trending 6 bulan yang lalu

TEMPO.CO, JakartaWakil Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) Ervyn Kaffah mengatakan minimnya akses air bersih di pesisir membebani hidup para nelayan. Sayangnya selama ini kebijakan pemerintah kurang menyentuh golongan masyarakat di wilayah pesisir. Bahkan kredibilitas anggaran untuk sektor air minum dan sanitasi terutama di wilayah tetap rendah. 

“Fenomena itu mempunyai relevansi dengan tata kelola anggaran nan tidak mempertimbangkan kebutuhan wanita miskin dan karakter wilayah pesisir,” kata Ervyn kepada Tempo pada Kamis, 23 Mei 2024.

Kurangnya perhatian pemerintah menyebabkan masyarakat pesisir berupaya berdikari memenuhi kebutuhan air bersih mereka dengan kondisi sekedarnya. Salah satu contohnya di Medan. Nelayan di sana, kata Ervyn memenuhi kebutuhan airnya dari sumur bor swadaya. Bahkan banyak nan terpaksa membeli dari pengusaha nan punya sumur bor. “Mereka kudu bayar per jam,” ucapnya.

Di kabupaten lain, nelayan kudu membeli air melalui program dengan biaya sampai Rp 400 ribu per bulan. Harga tersebut jauh lebih mahal dari membeli air perusahaan wilayah air minum alias PDAM. “Seandainya air PDAM bisa masuk, maka tagihan maksimalnya bisa sekitar Rp 40 ribu per bulan,” ujarnya.

Belum lagi, ada 50 persen masyarakat nan tidak mempunyai toilet. Air limbah langsung dibuang ke sungai, laut, tempat terbuka, dan sebagainya. 

Kondisi tersebut menyebabkan persoalan ekonomi sekaligus kesehatan bagi masyarakat nelayan di pesisir. “Mereka sangat rentan terhadap kesehatan nan berasosiasi dengan penyakit nan ditularkan melalui air ,” ucapnya. 

Ervyn berharap, penyediaan air bersih untuk penduduk tidak sekedar dimaknai sebagai standar pelayanan minimal semata. “Melainkan dianggap sebagai bencana. Dan bukan hanya menjadi perhatian pemerintah saat musim tandus alias tandus panjang saja,” ujarnya.

Seknas FITRA juga telah melakukan kajian tentang kebijakan dan anggaran air minum dan sanitasi di wilayah pesisir, khususnya di 5 kabupaten/kota ialah Kabupaten Lombok Timur (Nusa Tenggara Timur), Bangkalan (Jawa Timur), Tangerang (Banten), Kota Semarang (Jawa Tengah), Kota Medan (Sumut).

Iklan

Berdasarkan penelitian itu, mereka menemukan bahwa perencanaan anggaran nan dilakukan belum sensitif gender, alokasi anggarannya pun tidak mencukupi, apalagi tidak tepat sasaran. 

Saat ini adalah momen nan tepat bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan perbaikan dalam pemenuhan akses air bersih masyarakat pesisir. Apa lagi Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan the World Water Forum (WWF) ke-10 nan berlokasi di Nusa Dua Bali pada 18-25 Mei 2024. WWF tahun ini mengusung tema “Water for Shared Prosperity” (Air untuk Kemakmuran Bersama).

Dalam sambutannya, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menekankan tentang pentingnya kerja sama antar negara untuk mempromosikan pengelolaan sumber daya air nan efisien dan terintegrasi, dan digunakan untuk kemakmuran bersama. Jokowi menekankan beberapa agenda krusial nan kudu diprioritaskan, diantaranya: upaya konservasi air, kesiapan air bersih dan sanitasi, ketahanan pangan dan energi, serta mitigasi musibah alam seperti banjir dan kekeringan.

Sebagai negara kepulauan, sekitar 60 persen masyarakat Indonesia tinggal di wilayah pesisir. Perubahan suasana berakibat langsung pada masyarakat di area pesisir tersebut. Namun, pembangunan air bersih dan sanitasi di Indonesia lebih berorientasi pemukiman perkotaan daripada wilayah pesisir.

Saat ini lebih dari 8 juta wanita dari 17,74 juta masyarakat miskin nan berdomisili di area pesisir Indonesia rentan menderita gangguan kesehatan lantaran buruknya jasa air minum dan prasarana sanitasi di permukiman mereka. Resiko diperparah oleh akibat perubahan suasana nan mereka alami. 

Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah nan Disorot Masyarakat

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis