Greenpeace: Rencana Buka Lahan Sawit dan 20 Juta Hektare Hutan Akan Timbulkan Banyak Kesengsaraan

Sedang Trending 2 hari yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Greenpeace Indonesia menilai rencana deforestasi untuk pembukaan lahan sawit dan 20 juta hektare rimba untuk pangan dan daya nan disampaikan oleh Presiden Prabowo dan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, bakal menimbulkan banyak kesengsaraan di masyarakat. 

"Dampak buruknya bakal sangat dirasakan, saat ini saja nan akibat suasana banyak terjadi, seperti banjir, kekeringan kehilangan akses terhadap pangan, kebakaran," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Muhammad Iqbal Damanik saat dihubungi pada Sabtu, 4 Januari 2024. 

Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Iqbal, membabat rimba seluas dua puluh hektare dengan argumen menyediakan persediaan pangan dan daya adalah fikiran nan salah kaprah, lantaran salah satu kegunaan rimba justru menyimpan persediaan air. 

"Hutan itu sebagaimana kita lihat di atas, sebegitu lah dia juga akar-akarnya menyebar di bawah tanah dan itu menyimpan persediaan air. Jadi jika itu dibuka, ya airnya bakal lepas," ucap Iqbal. 

Selain itu, dia menilai pandangan pemerintah nan salah lainnya adalah berfikir jika rimba itu adalah sebuah lahan nan kosong, sesuatu nan tidak dimanfaatkan. Padahal, di situ ada masyarakat lokal dan budaya nan menggantungkan kehidupannya pada hutan.

"Jadi rimba ini seperti supermarket mereka, menyediakan lahan pangan, menyediakan kebutuhan air," tutur Iqbal.  "Makanya sangat bertolak belakang dengan ketahanan pangan dan air. Hutannya terbuka ya airnya enggak ada. Karena dia bakal lepas tidak tertampung," ucap dia lagi. 

Ia juga menyinggung kegagalan pemerintah dalam program food estate, di mana dalam program tersebut pemerintah juga membabat lenyap lahan hutan. Menurut aktivis lingkungan itu kebijakan ini seperti mengulang kegagalan nan sama. 

"Kami tahu bahwa rumor penanganan daya ini pasti soal food estate. Dimana sih food estate nan berhasil? Enggak ada," ujar dia.

Ia juga mengingatkan pemerintah bahwa tidak semua pohon sama. White land alias lahan gambut itu menyimpan karbon dioksida lebih banyak dibandingkan dengan pohon lainnya. "Jadi ini sangat tidak masuk akal, dan asal bunyi dalam pandangan kami," ucap dia. 

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya mengatakan lahan kelapa sawit di Indonesia perlu ditambah. Sebab, kelapa sawit menjadi komoditas strategis. Menurut Prabowo, saat dia melakukan lawatannya ke luar negeri banyak negara nan berambisi mendapat pasokan produk sawit dari Indonesia.

"Saya kira ke depan kita kudu tambah tanam sawit. Nggak usah takut membahayakan, deforestasi," kata Prabowo dalam pidatonya di aktivitas Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Bappenas, Senin, 30 Desember 2024.

Prabowo berujar, kelapa sawit merupakan pohon dan mempunyai daun. Karena itu, tanaman ini bisa menyerap karbon dioksida. "Dari mana kok kita dituduh nan mboten-mboten saja (yang tidak-tidak) oleh orang-orang itu."

Selain mengatakan lahan sawit perlu diperluas, Prabowo meminta agar lahan sawit nan sudah ada di Indonesia untuk dijaga. Ia menginstruksikan ini kepada kepala wilayah hingga abdi negara penegak hukum. "Bupati, gubernur, pejabat, tentara, polisi, jagalah kebun-kebun kelapa sawit kita. Itu aset negara," ujar Prabowo. 

Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis