TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menekankan lima aspek utama dalam membangun kemajuan pasar keuangan syariah. Salah satunya dengan mengembangkan Sukuk Hijau (Green Sukuk) alias Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Hal ini disampaikan Perry dalam Joint High Level Seminar and Investor Forum bertema Future Development of Product Innovation and Liquidity Management in the Islamic Financial Services Industry, Kamis, 31 Oktober 2024. Seminar ini diinisiasi Bank Indonesia bekerja-sama dengan Islamic International Liquidity Management (IILM) dan Islamic Financial Services Board (IFSB).
“Pertama, mengembangkan penemuan produk finansial syariah nan tidak hanya berbasis pada 3 instrumen utama ialah sukuk, takaful, dan wakaf,” katanya, seperti dikutip dari keterangan resminya pada Jumat, 1 November 2024.
Sebagai salah satu penerbit sukuk terbesar, kata Perry, Indonesia juga sudah menginisiasi publikasi Sukuk Hijau alias nan juga dikenal dengan Sukuk Negara. Ia menyebut sukuk ini bisa menunjang ekosistem perekonomian dan finansial hijau. Sebab, SBSN tidak mengandung unsur riba (bunga), gharar (ketidakpastian), alias maysir (judi) sehingga dapat menjadi pengganti investasi nan sejalan dengan ketentuan syariah Islam.
Perry menjelaskan, tujuan utama dari publikasi Sukuk Hijau adalah untuk menghimpun biaya dari masyarakat dan para investor, nan bakal digunakan untuk membiayai beragam kebutuhan pembangunan negara. Sukuk Hijau ini juga dirancang untuk mendukung komitmen Indonesia dalam menangani perubahan iklim, termasuk di dalamnya akibat transisi menuju ekonomi berkelanjutan.
Merujuk pada Laporan Pengembangan Keuangan Islam 2023 terkini, disadur dari laman resmi BI, nilai Sukuk Hijau dan Environmental, Social, Governance (ESG) nan beredar mencapai 24,4 miliar dolar AS pada 2022. Malaysia dan Arab Saudi adalah pemimpin Sukuk ESG, diikuti oleh Indonesia dan UEA.
Untuk aspek kedua, Perry menyebut soal perlunya percepatan pengembangan pasar finansial syariah melalui digitalisasi ekonomi dan finansial syariah. Hal ini diharapkan bisa menjawab tantangan akibat ketidakpastian dunia nan disertai pesatnya arus digitalisasi.
Iklan
Dari info nan dimiliki BI, ukuran pasar fintech syariah dunia diperkirakan mencapai US$ 138 miliar pada periode 2022-2023 dan diproyeksikan meningkat menjadi US$ 306 miliar pada 2027 dengan tingkat pertumbuhan tahunan campuran Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 17,3 persen. Pertumbuhan ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan sektor fintech dunia secara keseluruhan, nan diperkirakan bakal tumbuh pada CAGR sebesar 12,3 persen selama periode nan sama.
Faktor ketiga, kata Perry, integrasi jasa sistem finansial wholesale dan ritel nan bisa memperkuat interkoneksi seluruh lembaga finansial syariah. Termasuk di dalamnya asuransi maupun lembaga sosial finance.
Faktor keempat adalah support kerangka kebijakan nan turut mengedepankan manajemen akibat dalam memitigasi akibat siber, operasional, dan anti pencucian uang.
Faktor kelima adalah perlunya melakukan edukasi dan literasi sistem finansial syariah. Menurut Perry, perlu penguatan pemahaman masyarakat dan kapabilitas SDM guna mendorong pengembangan sektor finansial syariah dan menumbuhkan penemuan secara berkelanjutan.
Sukma Kanthi Nurani berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan Editor: Badan Gizi Nasional Sebut Uji Coba Makan Bergizi Gratis Rp 900 Juta per Bulan, Dibiayai Hamba Allah