Indeks Literasi Keuangan Keuangan di Desa Rendah, Penyebab Pinjol Ilegal dan Investasi Bodong Tumbuh Subur?

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi membeberkan indeks literasi dan inklusi finansial di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan. Indeks ini diambil dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) nan telah dilaksanakan oleh OJK berbareng Badan Pusat Statistik (BPS).

Secara rinci, indeks literasi finansial komposit di perkotaan mencapai 69,71 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 59,25 persen. Sementara itu, indeks inklusi finansial komposit di perkotaan sebesar 78,41 persen, dan di perdesaan sebesar 70,13 persen. 

"Hal ini menunjukkan bahwa akses finansial di wilayah perkotaan condong lebih baik dibandingkan perdesaan," tutur Friderica dalam konvensi pers di Jakarta, pada Jumat, 2 Agustus 2024.

Menurut dia, tingginya indeks literasi dan inklusi finansial di perkotaan disebabkan oleh kesiapan akses terhadap pendidikan, infrastruktur, dan telekomunikasi.

Friderica menilai bahwa tingkat literasi dan inklusi finansial nan rendah bisa menyebabkan masyarakat terjebak skema-skema terlarangan seperti pinjol, gambling online, investasi terlarangan hingga gadai ilegal. Ia mengatakan, dengan memandang angka-angka ini, pemerintah bisa mulai melaksanakan program literasi dan inklusi finansial untuk segmen masyarakat nan mempunyai tingkat literasi dan inklusi nan rendah.

"Inklusi finansial itu sebenarnya buat apa sih, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mereka bisa menggunakan produk jasa keuangan nan digunakan. Kalau mereka punya UMKM misalnya, itu bisa digunakan juga melalui akses-akses ini," kata dia.

Pada kesempatan nan sama, BPS menyebut indeks literasi finansial nasional tahun 2024 sebesar 65,43 persen. Sementara itu, indeks inklusi finansial mencapai 75,02 persen. 

“Berdasarkan hasil SNLIK tahun 2024, diperoleh bahwa indeks literasi finansial dan inklusi finansial untuk tahun 2023 berasas hasil survei tahun 2024 bahwa indeks literasi finansial adalah 65,43 persen dan indeks inklusi finansial adalah 75,02 persen,” ujar Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti.

Iklan

Sebagai info tambahan, Amalia menjelaskan, literasi finansial merupakan pemahaman dan keahlian nan mempengaruhi perilaku pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan, baik di tingkat family maupun individu. Sementara itu, inklusi finansial definisikan oleh BPS sebagai kesiapan akses pada beragam lembaga, produk, dan jasa layanan finansial sesuai dengan kebutuhan dan keahlian masyarakat.

Perhitungan indeks literasi finansial untuk SNLIK tahun 2024 meliputi lima parameter, ialah pengetahuan, keterampilan, sikap, perilaku, dan keyakinan. Sedangkan kalkulasi indeks inklusi finansial diperoleh melalui penggunaan produk alias jasa layanan finansial (LK). 

Amalia mengatakan, SNLIK tahun ini menggunakan sebaran sampling nan mencakup 120 kabupaten/kota dari 34 provinsi. Jumlah sampel nan tercatat mencapai 10.800 responden, dengan rentang usia 15-79 tahun.

"Indeks literasi dan inklusi finansial hasil SNLIK tahun 2024 tidak dapat dibandingkan secara langsung terhadap indeks literasi dan inklusi finansial hasil SNLIK tahun 2022 ataupun tahun sebelum-sebelumnya," kata Amalia. Ini lantaran terdapat perbedaan metodologi sampling di tahun 2024. 

Pada 2022, SNLIK menggunakan metode purposive dan simple random sampling yang menghasilkan responden nan bias ke masyarakat perkotaan dan berilmu tinggi. Maka dari itu, SNLIK tahun 2024 menggunakan metode stratified multistage cluster sampling, nan dinilai menghasilkan sampel responden nan mewakili profil populasi masyarakat Indonesia.

Pilihan Editor: OJK bakal Wajibkan Semua Bank Bergabung Tim Pusat Anti Penipuan

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis