Indonesia Buka Lagi Ekspor Pasir Laut ke Singapura, Pakar Sebut Bisa Ancam Kedaulatan

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat pesisir Indonesia melakukan tindakan protes di depan instansi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Aksi ini merupakan tanggapan terhadap kebijakan pembukaan kembali ekspor pasir laut, nan sebelumnya dilarang selama 20 tahun.

Dalam tindakan tersebut, mereka menyampaikan beragam tuntutan kepada pemerintah mengenai penambangan sedimen di laut. "KKP tidak berhutang, nan bakal berhutang banyaknya kalian. KKP tidak pernah berhutang kepada penanammodal tapi dia bakal menjadikan ini jariyah, dosa dari seluruh nan dirampok dari kawan-kawan," ujar Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati ketika melakukan orasi di depan instansi KKP pada Kamis, 10 Oktober 2024. 

Ekspor pasir laut ke Singapura

Singapura adalah salah satu pasar terbesar untuk pasir laut. Setiap tahun, Singapura semakin meluas melalui proyek reklamasi lahan. Sejak 1960, luas negaranya telah bertambah sekitar 20 persen, dari 581,5 km persegi menjadi 725,7 km persegi pada 2019, dan ditargetkan mencapai 766 km persegi pada 2030.

Reklamasi lahan telah menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Singapura. Infrastruktur seperti Bandara Changi, Pelabuhan Tuas, dan Pulau Jurong dibangun di atas lahan hasil reklamasi.

Pasir memainkan peran krusial dalam memperluas daratan Singapura nan terbatas. Pada awal proyek reklamasi, Singapura menggunakan pasir lokal, seperti dalam Proyek Reklamasi Pantai Timur, di mana tanah dari perbukitan datar di Siglap dan Tampines digunakan untuk memperluas area Bedok.

Setelah sumber pasir lokal habis, Singapura mulai mengimpor pasir dari luar negeri. Berdasarkan laporan keberlanjutan pasir dari Program Lingkungan PBB tahun 2019, Singapura telah menjadi importir pasir terbesar di bumi selama 20 tahun terakhir, dengan impor sekitar 517 juta ton dari negara-negara tetangga, termasuk Indonesia.

Dilansir dari Majalah Tempo, Singapura juga memperoleh pasokan pasir dari negara-negara seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Menurut Herry Tousa, nilai pasir laut dari Indonesia (Kepulauan Riau) berkisar antara S$20 hingga S$24 per meter kubik, nan lebih mahal dibandingkan pasir dari Johor, Malaysia, nan dihargai S$14 hingga S$16 per meter kubik.

Harga pasir dari Vietnam apalagi lebih tinggi, melampaui S$30, disebabkan oleh jarak pengiriman nan lebih jauh. Meski lebih mahal, Herry menambahkan bahwa pasir laut dari Indonesia tetap diminati lantaran kualitasnya nan unggul. Pada 2022, The Observatory of Economic Complexity mencatat bahwa Singapura mengimpor pasir senilai US$46,6 juta, menjadikannya importir pasir terbesar ke-15 di dunia.

Iklan

Pasir laut juga merupakan komoditas impor terbanyak ke-472 di Singapura, dengan pasokan utama berasal dari Malaysia (77 persen), Filipina (14 persen), Uzbekistan (4 persen), dan India (1 persen).

Kenaikan permintaan pasir laut mengenai dengan meningkatnya permintaan dunia bakal pasir silika. Berdasarkan info dari Fortune Business Insight, pasar komoditas ini berbobot US$12,16 miliar pada 2023, diperkirakan meningkat menjadi US$13,10 miliar pada 2024, dan mencapai US$23,70 miliar pada 2032. Peningkatan ini dipicu oleh pertumbuhan sektor prasarana dan konstruksi, serta permintaan pasir silika untuk industri kaca dan panel surya.

Pakar: Bisa ancam kedaulatan RI

Keputusan pemerintah untuk kembali mengizinkan ekspor pasir laut, dengan argumen bahwa pasir tersebut merupakan hasil sedimentasi laut, telah mendapat penolakan dari sejumlah master dan aktivis lingkungan.

Ihsan Ro'is, master ekonomi dari Universitas Mataram, beranggapan bahwa ekspor sedimen laut ke luar negeri dapat merugikan Indonesia dalam jangka panjang. "Kita banyak ekspor pasir ke Singapura. Ini tidak menguntungkan," ujarnya di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu pekan lalu.

Ia menjelaskan bahwa pasir laut nan dijual ke Singapura selama ini digunakan untuk proyek reklamasi pantai, nan menyebabkan ekspansi wilayah daratan negara tersebut. Awalnya, luas Singapura hanya 578 kilometer persegi, tetapi telah bertambah sekitar 25 persen menjadi 719 kilometer persegi saat ini.

"Nanti dari daratan itu diambil garis pantai, kena lagi pantai kita. Bahaya juga (bagi kedaulatan dan laut teritorial)," kata Ihsan.

SUKMA KANTHI NURANI | M. RAIHAN MUZZAKI | LINDA LESTARI
Pilihan editor: Deretan Fakta Kapal Asing nan Tertangkap Mencuri Pasir Laut di Batam

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis