Indonesia Terjerat Utang Luar Negeri, Rektor Paramadina: Akibat Kebijakan Jokowi, sudah Diperingatkan Faisal Basri

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini menyampaikan pesan Faisal Basri tentang kebijakan fiskal negara nan mengalami defisit. Ia mengatakan kebijakan fiskal mengalami defisit disebabkan pemerintah era Presiden Jokowi terlalu banyak mengambil utang luar negeri nan terlalu banyak.

"Kebijakan fiskal nan defisit ini, dia (Faisal Basri) menilai bahwa fiskal defisit dalam pemisah tertentu tidak diterima ya, terutama dalam situasi krisis justru dijadikan kesempatan untuk mengeruk hutang sebanyak-banyaknya," kata Didik dalam forum berjudul "Melanjutkan Kritisme Faisal Basri: Memperkuat Masyarakat Sipil, Mengawasi Kekuasaan" nan diselenggarakan melalui platform zoom pada Ahad, 15 September 2024.

Lebih lanjut, Didik mengkritisi perbuatan Presiden Jokowi terhadap kebijakan fiskal nan mengalami defisit. Ia mengatakan defisit semakin besar dikarenakan adanya pembangunan prasarana nan tidak seimbang dengan kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Sehingga defisit itu semakin besar dan penggunaan untuk proyek-proyek besar juga tidak meningkatkan pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.

Adanya pembangunan prasarana nan terlalu berlebihan, kata Didik perihal itu juga memberatkan sektor industri. Akibatnya, menurut dia, pendapatan di sektor industri mengalami penurunan, sementara daya saing semakin tinggi.

"Semakin besar daya saing dan juga berat, sektor industri itu bakal tengkurap ya, jeblok jadi lantaran itu kelak memilih Menteri Perindustrian kudu nan betul ya jangan asal-asalan," kata Didik.

Sementara itu, Didik juga menyampaikan kritik nan pernah diungkapkan Faisal Basri terhadap pemerintah. Kritik itu, kata Didik, mengenai hilirisasi nan menjadi trending di era kepemimpinan Presiden Jokowi.

"Pak Faisal itu mengkritik hilirisasi. Dia pertamanya mengungkap masalah di industrialisasi dan hilirisasi menurut dia sebaiknya diformatkan menjadi industrialisasi," ujar Didik.

Iklan

Didik menjelaskan argumen kenapa Faisal Basri mengkritisi kata hilirisasi terhadap pemerintah saat ini. Ia mengatakan di dalam akademik kata hilirisasi tidak mempunyai makna apapun, sehingga Faisal Basri pada saat itu mengganti kata hilirisasi menjadi industrialisasi.

"Karena itu di akademik (Industrialisasi) lebih lezat bunyinya daripada hilirisasi nan keluar dari mulutnya Jokowi jadi lebih baik kosakatanya itu industrialisasi," tutur Didik.

Selain itu, Didik juga menjelaskan kritik nan pernah disampaikan Faisal Basri mengenai industrialisasi. Ia mengungkapkan bahwa industri era Presiden Jokowi paling jelek dalam standar Purchasing Managers' Index alias PMI.

"Dan industri ini nan paling jeblok PMI-nya turun di bawah 50 persen tidak ada kebijakan industri sehingga mustahil untuk tumbuh 6 persen, 7 persen apalagi 8 persen," ujarnya.

Adanya wacana kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang tak terealisasikan menjelang berakhirnya masa pemerintahan Presiden Jokowi. Didik menceritakan kembali jika Faisal Basri pernah ditanyakan oleh seseorang mengenai pertumbuhan ekonomi negara nan mencapai sasaran 8 persen.

"Kan Faisal Basri ditanya gimana menurut Bapak sasaran 8 persen, dia jawab ngawur. Saya kira itu nan di apa nan dijadikan rumor paling penting, selama industri ini jeblok jangan minta ekonomi itu bakal tumbuh dengan baik," jelas Didik.

Pilihan Editor: Ini Daftar Gurita Bisnis MNC Digital Entertainment Milik Hary Tanoe nan Baru Akuisisi Bisnis Raam Punjabi

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis