Janji Pemerintahan Prabowo Beresi Sawit: dari Pengemplang Pajak Rp300 T sampai 2,5 Juta Ha Lahan Tanpa HGU

Sedang Trending 3 minggu yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto diuji keseriusannya membereskan masalah perkebunan sawit mulai dari rumor pembukaan lahan sebagai deforestasi, perkebunan tidak bayar pajak sampai Rp300 triliun dan 500 lebih perusahaan tanpa Hak Guna Usaha (HGU).

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengatakan kementeriannya bakal konsentrasi pada penertiban 537 perusahaan nan mempunyai Izin Usaha Perkebunan (IUP) tanpa Hak Guna Usaha (HGU).

Selama 100 hari kerja dalam Kabinet Merah Putih, Nusron mengatakan bakal memberi hukuman pada perusahaan itu. 

“Sanksi utama nan bakal diterapkan adalah denda pajak, dengan besaran nan saat ini sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” kata Nusron Wahid dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi II DPR, seperti dikutip dalam keterangan tertulis pada Rabu, 30 Oktober 2024. 

Kementerian ATR/BPN mencatat pada 2016 hingga Oktober 2024, ada 537 perusahaan kelapa sawit nan mempunyai IUP tapi tidak mempunyai HGU dengan lahan garapan sekitar 2,5 juta hektar. 

“Ini nan mau kita tertibkan dalam waktu 100 hari ini kudu tuntas, jika ditotal jumlahnya ada 2,5 juta hektar,” kata dia. 

Kementerian ATR juga menahan sementara proses pendaftaran maupun publikasi HGU. Tak hanya itu, Nusron Wahid mengatakan, tindakan perusahaan nan terus beraksi tanpa izin mencerminkan ketidakpatuhan terhadap peraturan. “Itu nan kami bahas, bukan berfaedah setelah mereka bayar denda otomatis mendapatkan HGU. Keputusan final kelak tergantung itikad baik dan sikap pemerintah,” kata Nusron. 

Nusron Wahid mengatakan penertiban ini untuk memastikan kepatuhan terhadap izin nan telah ada sebelumnya, ialah Keputusan Mahkamah Konstitusi tanggal 27 Oktober 2016 mengenai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya Pasal 41. 

“Jadi sebelumnya nan boleh menanam kelapa sawit itu kudu punya IUP alias punya HGU, sekarang dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi itu adalah punya IUP dan juga punya HGU,” katanya.

9 Langkah Penertiban dalam 100 Hari Kerja

Menurut Nusron, bakal melakukan penertiban dalam 9 langkah. "Pertama adalah menata ulang sistem dan tata langkah pemberian perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Usaha (HGU) nan lebih berkeadilan, mengarusutamakan pemerataan, tetapi tetap menjaga kesinambungan perekonomian," kata Nusron.

Kedua, kata dia, menyelesaikan pendaftaran dan publikasi sertifikat HGU untuk 537 badan norma nan sudah mempunyai izin upaya perkebunan (IUP) kelapa sawit, namun belum mempunyai HGU.

Ketiga, ujar Nusron, menyelesaikan pendaftaran tanah ulayat masyarakat norma budaya untuk menghindari bentrok dengan badan norma di kemudian hari.

"Total tanah ulayat nan menggunakan norma budaya di Indonesia ini tetap kurang lebih sekitar 3,5 juta hektar, tapi nan sudah terdaftar kurang dari 1.000 hektar. Jadi tetap pekerjaan besar ini untuk nan tanah ulayat," ujarnya.

Keempat, kata dia, penemuan pengelolaan dan pemanfaatan tanah wakaf produktif sehingga berfaedah bagi kemaslahatan umat.

"Kami ada buahpikiran pemikiran tanah-tanah nan terlantar, nan jumlahnya lebih dari 1,5 juta hektar, ada pemikiran, tapi ini sifatnya tetap pemikiran, HPL (hak pengelolaan lahan)-nya bakal kita serahkan sama Bank Tanah, tapi penggunaannya bakal kita serahkan kepada Badan Wakaf agar menjadi wakaf produktif dan kemudian itu ada kemaslahatan," ucapnya.

Kelima, ujar dia, menyelesaikan pendaftaran 1,5 juta bagian tanah untuk mencapai sasaran 120 juta bagian tanah pada tahun 2024.

"Ini termasuk PTSL (pendaftaran tanah sistematis lengkap), PTSL dari tahun 2017 sampai tahun 2024 ini bulan Desember, kami ditarget 126 juta bagian tanah. Sampai bulan Oktober ini sudah tercapai 119 juta bagian tanah sehingga kami tetap kudu nambah lagi," katanya.

Keenam, kata Nusron, pemenuhan sasaran 104 Kantor Pertanahan sebagai kabupaten/kota komplit pada tahun 2024. Ketujuh, koordinasi secara vertikal maupun mendatar mengenai penyiapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan terintegrasi dengan online single submission.

Kedelapan, penyiapan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045.

Iklan

Terakhir, penyelenggaraan program Integrated Line Administration and Spatial Planning (ILASP) bekerja sama dengan World Bank bertemakan penguatan rencana tata ruang, manajemen pertanahan, dan pemisah manajemen desa di Indonesia nan memperhatikan perubahan iklim.

"Yang melibatkan tiga kementerian/lembaga, ialah Kementerian ATR/BPN, Kemendagri, dan Badan Informasi Geospasial," kata dia.

Tunggakan Rp300 Triliun

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengatakan negara berpotensi mendapat pemasukan hingga Rp 300 triliun dari pengusaha sawit nan tak bayar pajak. Ia mengklaim, dalam waktu dekat para pengusaha itu bakal menyetor Rp189 Triliun pada tahap pertama.

“Tapi tahun ini alias tahun depan bisa tambah Rp120 triliun lagi, sehingga totalnya Rp 300 Triliun masuk ke kas negara,” ujarnya dalam aktivitas Dialog Ekonomi Kadin berbareng Pimpinan Dewan Kadin Indonesia, Rabu, 23 Oktober 2024 di Menara Kadin, Jakarta.

Hashim menyebut pengusaha-pengusaha nan tidak bayar pajak itu dengan julukan ‘pengusaha nakal’. Lebih lanjut, kata Hashim, pengusaha 'nakal itu' adalah pengusaha nan tidak mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan tidak mempunyai rekening bank di Indonesia.

Adik Presiden itu membeberkan, ada sekitar 25 pengusaha nan tidak mempunyai NPWP dan rekening bank di Indonesia. Ia juga menyebut, total pengusaha ‘nakal’ pengemplang pajak tersebut berjumlah sekitar 300 orang.

Lebih lanjut, Hashim menyebut, para Jaksa Agung Muda Indonesia telah siap untuk menindak para pengemplang pajak tersebut.

Sebelumnya, Koran Tempo jenis Senin, 14 Oktober 2024 menyebut Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara telah mengidentifikasi sekitar 2,45 juta hektare sawit terletak di area hutan. Kebun itu milik 5.096 subyek norma nan terdiri dari korporasi, koperasi dan golongan tani. Di dalamnya, tercatat 2.128 perusahaan dengan luas 2,17 juta hektare.

Berbekal info tersebut, Satgas itu mengirim surat tagihan denda kepada para pengusaha nan melakukan pelanggaran. Perusahaan nan mendapat tagihan dapat memilih untuk melunasi secara penuh alias bayar angsuran sesuai dengan kesepakatan.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menyebut, pemerintah telah mengirim tagihan untuk denda sesuai dengan pasal 110A Undang-Undang Cipta Kerja kepada anggotanya sejak tahun lalu.

“Yang sudah mendapatkan surat dan tagihan dari KLHK nyaris 90 persen lebih perusahaan sudah membayar,” klaim Eddy. 

Masalah Lain Terkait Swit

Indonesia juga menghadapi masalah berat lain mengenai sawi, yakni Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR), nan semula bakal diterapkan mulai 30 Desember 2024 namun kemudian diundur.

Jika diterapkan, perusahaan penjual kedelai, daging sapi, kopi, minyak kelapa sawit, dan produk lainnya di blok beranggotakan 27 negara Eropa kudu membuktikan bahwa rantai pasokan mereka tidak berkontribusi terhadap kerusakan hutan.

Indonesia dan Malaysia, nan bersama-sama menyumbang sekitar 85% dari ekspor minyak kelapa sawit global, sebelumnya telah menuduh Uni Eropa melakukan kebijakan diskriminatif dengan menargetkan minyak kelapa sawit.

Pemerintah Indonesia sedang berjuang mencari titik jumpa mengenai EUDR tersebut dalam negosiasi Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA). 

Antara dan Vindry Florentin berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.

Pilihan Editor Tom Lembong Jadi Tersangka, Ini Kata Anies, Muhaimin dan Kejaksaan Agung

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis