TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan kepada Presiden Jokowi mengenai sorotan publik terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belakangan ini.
“Saya laporkan Bea Cukai dan pembahasan mengenai apa nan terjadi, situasi nan dihadapi oleh seluruh jejeran di lapangan, nan viral-viral,” kata Sri Mulyani setelah menemui Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.
Dia juga melaporkan penyebab Bea Cukai menjadi sorotan publik, baik dari sisi peraturan maupun prosedur nan kudu diperbaiki, termasuk juga dengan perubahan teknologi nan sangat sigap serta volume aktivitas dan beban nan luar biasa besar.
“Itu semua tadi kami sampaikan dan kami bakal mengambil langkah-langkah untuk terus memperbaikinya,” kata Sri Mulyani.
Ia tidak menjawab saat ditanya mengenai tanggapan alias pengarahan Presiden Joko Widodo mengenai sorotan terhadap Bea Cukai.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan dia beserta jejeran bakal menggelar rapat untuk membahas Bea Cukai yang belakangan menjadi sorotan publik
“Ya, kelak bakal kami rataskan di rapat internal,” kata Jokowi usai meninjau Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa, 14 Mei 2024.
Bea dan Cukai menjadi sorotan publik khususnya di media sosial, mengenai pengiriman sejumlah peralatan dari luar negeri.
Sejumlah peristiwa nan cukup menyita perhatian publik terhadap Bea Cukai, antara lain soal denda terhadap produk sepatu nan dipesan seorang konsumen dari luar negeri, dan pengiriman peralatan hibah berupa keyboard untuk sekolah luar biasa (SLB).
Berikut sejumlah kasus nan menjadi sorotan publik, meski tidak semuanya akibat kesalahan Bea Cukai:
Sepatu Adidas Rp10 Juta Didenda Rp31 Juta
Kasus ini menarik perhatian publik ketika seorang netizen berjulukan Radhika mengeluh di media sosial lantaran kudu bayar bea masuk dan denda Rp31,81 juta untuk sepatu bola nan dia beli di luar negeri seharga Rp10,3 juta.
Kementerian Keuangan buka bunyi soal denda Rp 24,7 juta nan dikenakan pada kasus kesalahan penetapan nilai pabean alias CIF sepatu dari luar negeri. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menilai denda tersebut merupakan hukuman manajemen nan sudah sesuai dengan peraturan nan berlaku.
Aturan nan dimaksud ialah Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2019 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di bagian Kepabeanan. Ia menjelaskan, denda itu diberikan atas praktik pemberitahuan nilai di bawah nilai transaksi alias under invoicing.
"Denda itu diberikan untuk mencegah kesalahan info nan dilakukan oleh pelaku under invoicing itu terjadi," kata dia di instansi Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat pada Jumat, 26 April 2024.
Rupanya DHL sebagai perusahaan pengiriman peralatan mendaftarkan sepatu tersebut seharga USD 35.37 alias Rp 562.736, jauh di bawah nilai seharusnya. "Atas importasi nan dilakukan oleh nan bersangkutan, jasa kiriman nan digunakan dalam perihal ini DHL memberitahukan CIF alias nilai pabean USD 35.37 alias Rp 562.736," seperti dikutip dari cuitan @beacukaiRI, pada Senin, 22 April 2024. Namun setelah diperiksa, nilai pabean atas peralatan tersebut adalah US$ 553.61 alias Rp 8.807.935.
Menurut Askolani, praktik pemberitahuan nilai di bawah nilai transaksi alias under invoicing berpotensi merugikan negara. Sebab, bakal terjadi kekurangan bayar bea masuk dan pajak. Dengan demikian, dia menilai pengenaan denda itu juga menjadi bagian dari upaya Direktorat Bea Cukai agar praktik importasi bisa berjalan secara transparan.
"Ini ada check and balance yang kudu kami lakukan, nan transparan, kemudian nilainya sesuai dengan nilai tadi nan telah ditetapkan," tuturnya.
Berikutnya: Tas Hermes Disobek-sobek