Jokowi Minta Kementerian ESDM Tingkatkan Lifting Minyak, Pengamat: Tidak Realistis

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom daya sekaligus pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan pemerintah tidak bakal bisa meningkatkan volume minyak bumi nan telah diolah dan siap dijual alias lifting minyak dalam waktu singkat. Menurutnya, nan bisa dilakukan saat ini hanya mengurangi laju penurunan. Seminimal mungkin, adalah produksi minyak dalam negeri dapat disesuaikan dengan sasaran APBN.

"Sebetulnya jika hanya mencapai sasaran (APBN) ya lebih sederhana ya. Kan targetnya udah rendah. Jadi nan realistis adalah cobalah capai sasaran APBN itu. Tapi jika bicara lifting dinaikkan berfaedah langkahnya ada banyak itu," ujarnya saat diwawancarai Tempo pada Senin, 14 Oktober 2024.

Ia mengatakan secara garis besar perihal nan kudu dilakukan untuk meningkatkan lifting adalah dengan memberikan insentif besar-besaran kepada lapangan nan dikelola oleh PT Pertamina (Persero). Hal tersebut bermaksud agar Pertamina bersedia melakukan investasi untuk menggenjot produksi minyak.

"Alih kelola kan sudah diubah ke Pertamina, lapangan tua. Ya Pertamina butuh insentif," kata dia.

Langkah selanjutnya, kata dia, mempercepat Proyek Strategis Nasional (PSN) di sektor migas dengan langkah diberi keistimewaan. Hal ini dilakukan agar PSN migas bisa segera melakukan Put On Production (POP). Namun, Pri Agung menilai langkah tersebut tidak bisa dikerjakan dalam kurun waktu satu tahun.

"Misalnya tadi saya bicara percepatan Proyek Strategis Nasional, itu kan bisa tiga sampai lima tahun mendatang baru ada dampaknya," kata dia.

Ia mengatakan pemerintah semestinya juga memberikan kemudahan dalam perizinan sektor migas. Ia menilai bahwa perizinan sebaiknya dilakukan melalui satu pintu, sehingga tidak perlu melibatkan banyak kementerian dalam prosesnya.

Ia juga menyarankan agar pemerintah lebih bersikap rendah hati dalam menarik penanammodal di sektor migas. Investasi tersebut dapat membuka kesempatan untuk menemukan lapangan baru dalam skala besar. Pasalnya, menurut dia, lapangan nan ada saat ini tidak bakal bisa untuk meningkatkan lifting minyak.

Iklan

"Kalau permintaannya meningkatkan lifting, itu nggak realistis. Itu seperti maaf saya kudu bilang seperti tidak memahami apa nan terjadi di upstream," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo berpesan kepada seluruh jejeran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memikirkan langkah agar lifting minyak bisa terus meningkat. "Seliter pun tidak kita biarkan turun. Harus naik, setiap tahun kudu naik," kata Jokowi dalam aktivitas Malam Penganugerahan Penghargaan Subroto, Peringatan Hari Jadi Pertambangan dan Energi, di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta, Kamis 10 Oktober 2024.

Menurut Jokowi, penurunan produksi minyak bumi nan terjadi di Indonesia saat ini membikin negara kudu mengeluarkan biaya nan sangat besar. Sebabnya, kebutuhan untuk mengimpor minyak dari luar negeri demi memenuhi permintaan dalam negeri. "Berarti impor kita. Impor minyak, impor gas, ratusan triliun nan kudu kita keluarkan. Artinya devisa kita hilang," ujar Jokowi.

Sebagai informasi, Kementerian Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa konsumsi minyak Indonesia saat ini sekitar 1,6 juta barel per hari. Sementara lifting minyak nan ada kurang dari 600.000 barel per hari.

Sampai dengan triwulan kedua, ialah periode Januari hingga Juni 2024, Kementerian ESDM belum sukses mencapai sasaran lifting minyak nan ditetapkan dalam APBN 2024 sebesar 635.000 barel per hari. Realisasi lifting minyak nasional hanya mencapai 576.110 barel per hari, alias sekitar 90,73 persen dari sasaran nan ditetapkan.

Pilihan Editor: Menjadi Menteri Energi, Bahlil Janji Tingkatkan Lifting Minyak

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis